Kamis, 18 Desember 2014

Nasionalisme





NASIONALISME
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampuh Dr.Suranto, M.Pd


Oleh:
Rusydah Binta Qur-aniyah    
120210302032






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014


A.    Konsep Dasar Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali dkk., 1994:89), kata bangsa memiliki arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri; (2) golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; dan (3) kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata bangsa diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari kesamaan keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat. Pengertian ini berkaitan dengan arti kata suku yang dalam kamus yang sama diartikan sebagai golongan orang-orang (keluarga) yang seturunan; golongan bangsa sebagai bagian dari bangsa yang besar (ibid, 1994:970). Beberapa suku atau ras dapat menjadi pembentuk sebuah bangsa dengan syarat ada kehendak untuk bersatu yang diwujudkan dalam pembentukan pemerintahan yang ditaati bersama.
Nasionalisme berasal dari kata nation (Inggris) dan natie (Belanda) yang berarti “bangsa”. Bangsa adalah sekelompok masyarakat yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat serta kemauan untuk bersatu karena adanya persamaan nasib, cita-cita, dan tujuan. Pengertian nasionalisme yang dihubungkan dengan perasaan kebangsaan telah dijelaskan oleh pemikir-pemikir seperti Joseph Ernest Renan (1823-1892) dan Otto Bouwer (1882-1939). J. Ernest Renan menganut aliran nasionalisme yang didasarkan factor kemanusiaan mengemukakan bahwa munculnya suatu bangsa karena adanya kehendak untuk bersatu (suatu cara persatuan), sedangkan Otto Bouwer mengungkapkan bahwa perasaan kebangsaan timbul karena persamaan perangai dan tingkah laku dalam memperjuangkan persatuan dan nasib bersama. Kedua ahli tersebut berpendapat bahwa nasionalisme timbul karena factor kemanusiaan, tetapi keduanya memberikan tekanan yang berbeda.
1.      J. Ernest Renan menekankan factor persamaan keinginan, sedangkan Otto Bouwer menggariskan factor persamaan keinginan.
2.      Dengan perbedaan tekanan maka kesimpulan tentang nasionalisme juga berbeda. J. Ernest Renan, suatu bangsa timbul karena dorongan kemauan (contohnya bangsa Amerika Serikat), sedangkan Otto Bouwer, suatu bangsa timbul karena pengalaman penderitaan, kesengsaraan, dan kepahitan hidup yang sama. Contohnya seperti nasionalisme di Negara-negara Asia dan Afrika yang timbul akibat persamaan nasib sebagai bangsa yang terjajah.
3.      Kohn (1986) menyatakan bahwa nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan.
4.      Slamet Muljana (1986) menyatakan bahwa nasionalisme adalah manifestasi kesadaran berbangsa dan bernegara atau semangat bernegara.
5.      Sejarawan Indonesia, Sartono Kartodirdjo menjelaskan nasionalisme sebagai fenomena historis timbul sebagai jawaban terhadap kondisi-kondisi historis, politik, ekonomi dan social tertentu. Nasionalisme dalam taraf pembentukannya seperti masa-masa Pergerakan Nasional dihubungkan dengan unsure-unsur subjektif. Unsure-unsur itu dapat dilihat dengan adanya istilah-istilah group counsciousness, we-sentiment, corporate will, dan bermacam-macam fakta mental lainnya. Pada taraf nasionalisme belum memasukkan unsure-unsur subjektif seperti territorial (wilayah), Negara, bahasa, dan tradisi bersama.
6.      L. Stoddard: Nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu di mana mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di dalam suatu bangsa.
7.      Louis Sneyder. Nasionalisme adalah hasil dari perpaduan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, dan intelektual.
8.      Dr. Hertz dalam bukunya yang berjudul Nationality in History and Politics mengemukakan empat unsur nasionalisme, yaitu:
ü  Hasrat untuk mencapai kesatuan
ü  Hasrat untuk mencapai kemerdekaan.
ü  Hasrat untuk mencapai keaslian
ü  Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.
Beberapa definisi diatas memberi simpulan bahwa nasionalisme adalah kecintaan alamiah terhadap tanah air, kesadaran yang mendorong untuk membentuk kedaulatan dan kesepakatan untuk membentuk negara berdasar kebangsaan yang disepakati dan dijadikan sebagai pijakan pertama dan tujuan dalam menjalani kegiatan kebudayaan dan ekonomi.
Dari definisi itu nampak bahwa negara dan bangsa adalah sekelompok manusia yang:
a)      memiliki cta-cita bersama yang mengikat warga negara menjadi satu kesatuan;
b)      memiliki sejarah hidup bersama sehingga tercipta rasa senasib sepenanggungan;
c)      memiliki adat, budaya, dan kebiasaan yang sama sebagai akibat pengalaman hidup bersama;
d)     menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan wilayah;
e)      teroganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat sehingga mereka terikat dalam suatu masyarakat hukum.
Nasionalisme dalam arti modern untuk pertama kalinya muncul di Eropa pada abad ke-18. Lahirnya paham nasionalisme ini diikuti dengan terbentuknya Negara-negara nasional atau Negara kebangsaan. Pada mulanya terbentuknya Negara kebangsaan dilator belakangi oleh factor-faktor objektif seperti persamaan keturunan, bahasa, adat istiadat, tradisi dan agama. Akan tetapi, kebangsaan yang dibentuk atas dasar paham nasionalisme lebih menekankan kemauan untuk hidup bersama dalam Negara kebangsaan. Sejalan dengan ini, maka rakyat Amerika Serikat tidak menyatakan bahwa mereka harus seketurunan untuk membentuk suatu Negara sebab  disadari bahwa penduduk Amerika Serikat teridri atas berbagai suku bangsa, asal usul, adat istiadat, dan agama yang berbeda.  

B.     Akar-akar Nasionalisme
Nasionalisme adalah sauatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat, dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda. Akan tetapi, baru pada akhir abad ke-18 nasionalisme dalam arti modern menjadi suatu perasaan yang diakui secara umum. Nasionalisme ini makin lama makin kuat peranannya dalam membentuk semua segi kehidupan, baik yang bersifat umum maupun pribadi. Baru akhir-akhir ini telah berlaku syarat bahwasanya setiap bangsa harus membentuk suatu Negara sendiri dan Negara itu harus meliputi seluruh bangsa. Dahulu setiap orang tidak ditujukan kepada Negara kebangsaan, melainkan kepada berbagai macam bentuk kekuasaan social, organisasi politik atau raja feudal, dan kesatuan ideology seperti suku atau klan, Negara kota, dinasti, gereja, atau golongan keagamaan. Berabad-abad lamanya cita-cita dan tujuan politik bukanlah Negara kebangsaan, melainkan setidak-tidaknya dalam teori adalah imperium yang meliputi seluruh dunia, meliputi berbagai bangsa dan golongan-golongan etnis di atas dasar peradaban yang sama serta untuk menjamin perdamaian bersama.
Bangsa-bangsa adalah buah hasil tenaga hasil hidup sejarah dan karena itu selalu bergelombang dan tidak pernah membeku. Bangsa-bangsa merupakan golongan-golongan yang beraneka ragam dan tidak terumuskan secara eksak. Kebanyakan bangsa-bangsa itu berbeda dari bangsa-bangsa lainnya, misalnya perasaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan politik, adat istiadat, dan tradisi maupun agama. Akan tetapi teranglah bahwa tiada satu pundi antara factor-faktor ini bersifat hakiki.  Nasionalisme menyatakan bahwa Negara kebangsaan adalah cita dan satu-satunya bentu sah dari organisasi politik dan bahwa bangsa adalah sumber daripada semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi.
a.       Nasinalisme sebagai Negara modern
Sebelum abad nasionalisme banyak individu-individu yang memiliki perasaan yang mirip dengan nasionalisme. Nasionalisme ini hanya terbatas pada individu-indivdu itu saja. Banyak dari rakyat tidak mengetahui bahwa kebudayaan, poltik maupun ekonomi bahwa hidupnya tergantung kepada nasib kebangsaan. Boleh jadi bahaya dari luar membangkitkan rasa persatuan nasional, sebagaimana terjadi di Yunani selama perang Persia atau di Perancis dalam Perang Seratus Tahun. Peperangan sebelum Revolusi Perancis tak membangkitkan semangat nasional sampai mendalam. Dan baru di masa akhir ini kebangsaan dianggap sebagai sumber kehidupan kebudayaan. Dalam sejarah, pendidikan dan pengajaran, pembentukan pikiran dan watak, pada umumnya ditentukan dengan pembatasan nasional.
Sejak zaman nasionalisme inilah implus-implus dan sikap-sikap rakyat banyak memegang peranan terpenting, yang digunakan untuk mengesahkan kekuasaan Negara dan membenarkan penggunakan kekerasan oleh Negara, baik yang tertuju kepada warga negaranya sendiri maupun kepada Negara lain.
b.      Bangsa-bangsa Ibrani dan Yunani Purba
Meskipun nasionalisme adalah gejala zaman modern, namun beberapa watak nasionalisme sudah lama berkembang dalam zaman-zaman yang lampau. Akar-akar nasionalisme tumbuh di atas tanah yang sama dengan peradaban Barat, yakni dan bangsa-bangsa Ibrani Purba dan Yunani Purba. Kedua bangsa ini mempunyai kesadaran yang tegas, bahwa mereka itu berbeda dari pada bangsa-bangsa lainnya: bangsa Ibrani dari bangsa-bangsa yang bukan Ibrani (Gentile), dan bangsa Yunani dari bangsa-bangsa yang bukan- Yunani (Barbarian).
Ada tiga corak hakiki nasionalisme modrn berasal dari bangsa Ibrani, yakni cita sebagai bangsa terpilih, penegasan bahwa mereka mempunyai kenangan yang sama mengenai masa lampau dan harapan yang sama dimasa yang akan dating, dan akhirnya bahwasanya bangsa mereka mempunyai tugas khusus di dunia ini.
c.       Sifat Universal Imperium Romawi
Filsafat Stoika mempengaruhi alam pikiran Romawi dalam dua abad terakhir sebelum Masehi, yakni pada saat ketika Negara kota berkembang menjadi suatu imperium yang mengorganisasi bagian dunia yang dikenal pada waktu itu berdasarkan hokum dan peradaban yang sama. Sifatnya universal imperium yang berakar pada peradaban Yunani akan tetapi yang tak mengandung sifat eksklusif bangsa Israel.
d.      Renaissance dan Reformasi
Dalam abad ke empat belas ternyata bahwa persatuan yang diselenggarakan oleh kekuasaan Imperium yang diharapkan oleh Dante tidak bisa terwujud. Dalam pada itu, tahtasuci Paus, pusat harapan universal yang lain lagi, tertawan di Avignon. Dua revolusi besar yang terkenal dengan nama Renaissance dan Reformasi merupakan peralihan dari Abad Pertengahan ke zaman modern dalam Dunia Kristen Barat. Dalam keduanya terdapat benih-benih bagi kesadaran nasional yang sedang bangun.
Suara menyokong nasionalisme diserukan sendirian oleh Nicolo Machiavelli (1946-1527) di Italia zaman Renaissance. Di Italia tak ada seorang pun yang memperhatikan bahkan mengerti kepentingan-kepentingan Italia. Akan tetapi suatu Machiavelli adalah suara sendiri di padang pasir. Machiavelli penting dalam menyiapkan nasionalisme. Dalam II Priciple ia melukiskan Negara kedudukan yang baru, bebas daripada kekuasaan agama dan moral apapun juga. Dengan demikian kekuasaan Negara merupakan tujuan terakhir. Semua alat dan jalan untuk mencapai tujuan ini dibenarkan.
Terdapat sedikit hubungan langsung antara Reformasi dan Nasionalisme, seperti hubungan Renaissance dan Nasionalisme. Semula protestanisme adalah suatu gerakan agama universal seperti halnya dengan Katolisisme. Akan tetapi justru karena adanya Protestanisme rusaklah Agama Kristen abad Pertengahan. Reformasi menunjukkan kecorakragaman di lapangan agama dan bahasa di zaman modern.  
C.    Lahirnya Nasionalisme
a.       Lahirnya Naionalisme Eropa
Nasionalisme Eropa lahir dalam masa peralihan dari masyrakat agraris ke masyarakat industry. Proses peralihan ini terjadi pada abad ke-18, yakni didahului dengan lahirnya liberalisme dan kapitalisme. Lahirnya liberalisme dan kapitalisme karena pengaruh Revolusi Industri dan Revolusi Perancis. Dengan demikian, timbulnya kesadaran nasionalisme di Eropa karena pengaruh Revolusi Industri dan Revolusi Perancis. Dengan semangat persaingan bebas dari paham liberalisme dan dibesarkan dalam masyrakat yang bercorak industry-kapitalis, maka nasionalisme yang demikian akhirnya tumbuh menjadi suatu aliran yang penuh emosi dan sentiment atau menjadi chauvinisme.
Dengan demikian, nasionalisme di Eropa pada waktu itu melahirkan kolonialisme yakni nafsu untuk mencari tanah jajahan sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu, kolonialisme sebenarnya adalah abak putrid politik perindustrian (colonialism is the daughter of industrial policy). Bertitik tolak dari inilah akhirnya Negara-negara Eropa menjelma menjadi Negara imperialis yang saling berlomba untuk mencari dan mendapatkan tanah jajahan di luar wilayahnya dengan sasaran Negara-negara Asia dan Afrika.

b.       Lahirnya Naionalisme Asia-Afrika
Yang dimaksud dengan nasionalisme Asia dan Afrika ialah aliran yang mencerminkan bangunnya bangsa-bangsa Asia dan Afrika sebagai reaksi terhadap imperialism dan kolonialisme bangsa-bangsa barat. Dengan demikian, nasionalisme Asia dan Afrika merupakan gerakan untuk menentang imperialism dan kolonialisme bangsa barat.
Sebab-sebab timbulnya nasionalisme Asia-Afrika:
1)      Kenangan kejayaan masa lampau
Bangsa-bangsa Asia dan Afrika sudah pernah mengalami masa kejayaan atau memiliki negara kebangsaan yang jaya dan berdaulat sebelum masuk dan berkembangnya imperialisme dan kolonialisme barat. Bangsa India (Masa Ashoka), Indonesia, Mesir, dan Persia pernah mengalami masa kejayaan sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Kejayaan masa lampau mendorong semangat untuk melepaskan diri dari penjajahan. Bagi Indonesia kenangan kejayaan masa lampau tampak dengan adanya kenangan akan kejayaan pada masa kerajaan Majapahit dan Sriwijaya. Dimana pada masa Majapahit, mereka mampu menguasai daerah seluruh Nusantara, sedangkan masa Sriwijaya mampu berkuasa di lautan karena maritimnya yang kuat. Kejayaan ini menimbulkan rasa harga diri sehingga mereka selalu mengadakan perlawanan terhadap penjajah.
2)      Adanya penderitaan akibat imperialisme dan kolonialisme
Adanya imperialisme mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan bangsa-bangsa terjajah. Hal inilah yang mendorong timbulnya perlawanan nasional.
3)      Bersatunya Negara-negara Asia-Afrika sejak zaman dahulu kala
Faktor yang mendorong rasa nasionalisme bangsa Asia bukanlah akibat penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa terhadap bangsa Asia, Afrika, melainkan rasa persatuan itu sudah dimiliki sejak zaman dahulu kala terutama sesama ras, ataupun kerjasama perdagangan yang telah saling melengkapi antara suku produsen benda yang berlainan (sehingga terjadi pertukaran tanpa adanya keserakahan seperti yang dilakukan bangsa barat). Mereka saling menghormati dan menjaga. Namun kedatangan bangsa barat yang menjajah mengakibatkan mereka hidup miskin dan menderita sehingga mereka ingin menentang imperialisme barat.
4)      Kemajuan dibidang politik, social, ekonomi, dan budaya
Nasionalisme suatu bangsa dapat juga timbul karena perkembangan beberapa aspek kehidupan seperti politik, social, ekonomi dan budaya.
-          Dalam bidang politik, tampak dengan upaya gerakan nasionalis menyuarakan aspirasi masyarakat pribumi yang telah hidup dalam penindasan dan penyelewengan hak asasi manusia. Mereka ingin menghancurkan kekuasaan asing/kolonial dari Indonesia.
-          Dalam bidang ekonomi, tampak dengan adanya usaha penghapusan eksploitasi ekonomi asing. Tujuannya untuk membentuk masyarakat yang bebas dari kesengsaraan dan kemelaratan untuk meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia.
-          Dalam bidang budaya, tampak dengan upaya untuk melindungi, memperbaiki dan mengembalikan budaya bangsa Indonesia yang hampir punah karena masuknya budaya asing di Indonesia. Para nasionalis berusaha untuk memperhatikan dan menjaga serta menumbuhkan kebudayaan asli bangsa Indonesia.
5)      Timbulnya golongan terpelajar atau cendikiawan
Golongan cendikiawan muncul dimana-mana akibat perkembangan dan peningkatan pendidikan. Perkembangan pendidikan menyebabkan munculnya golongan cendekiawan baik hasil dari pendidikan barat maupun pendidikan Indonesia sendiri. Mereka menjadi penggerak dan pemimpin munculnya organisasi pergerakan nasional Indonesia yang selanjutnya berjuang untuk melawan penjajahan.
6)      Kemengan Jepang atas Rusia
Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905 mendorong semangat bangsa Asia untuk bangkit menentang kekuasaan imperialism barat. Dimana pada tahun 1904-1905 Jepang melawan Rusia dan tentara Jepang berhasil mengalahkan Rusia. Hal ini dikarenakan, modernisasi yang dilakukan Jepang yang telah membawa kemajuan pesat dalam berbagai bidang bahkan dalam bidang militer. Awalnya dengan kekuatan yang dimiliki tersebut Jepang mampu melawan Korea tetapi kemudian dia melanjutkan ke Manchuria dan beberapa daerah di Rusia. Keberhasilan Jepang melawan Rusia inilah yang mendorong lahirnya semangat bangsa-bangsa Asia Afrika mulai bangkit melawan bangsa asing di negerinya.
7)      Perkembangan nasionalisme di berbagai Negara
Terdapat beberapa Negara yang menciptakan dan mengembangkan suatu gerakan untuk melawan penajahan, Negara-negara tersebut antara lain: India ( Pergerakan Kebangsaan India),  Filipina ( Gerakan Kebangsaan Filipina), Cina ( Gerakan Nasionalis Rakyat Cina),  Turki ( Pergerakan Turki Muda) dan Mesir ( Pergerakan Nasionalisme Mesir).
8)      Munculnya Paham-paham baru
Munculnya paham-paham baru di luar negeri seperti nasionalisme, liberalisme, sosialisme, demokrasi dan pan islamisme juga menjadi dasar berkembangnya paham-paham yang serupa di Indonesia. Perkembangan paham-paham itu terlihat pada penggunaan ideologi-ideologi (paham) pada organisasi pergerakan nasional yang ada di Indonesia.
c.       Aspek dan Tujuan Nasionalisme Asia-Afrika
Nasionalisme Asia dan Afrika mempunyai tiga aspek dan tiga tujuan yakni sebagai berikut:
1)      Aspek politik, yakni bertujuan untuk mengusir imperialisme/penjajahan asing guna mendapatkan kemerdekaan.
2)      Aspek social-ekonomi yang berusaha untuk membangun masyarakat baru yang bebas dari kesengsaraan dan kemelaratan.
3)      Aspek budaya, yakni berusaha untuk menggali dan menghidupkan kembali budaya asli warisan nenek moyang yang kemudian disesuaikan dengan perkembangan zaman.

D.    Perkembangan Naionalisme di Indonesia
Meskipun persatuan Indonesia telah bertunas lama dalam sejarah Indonesia, semangat kebangsaan atau nasionalisme dalam arti yang sebenarnya seperti kita pahami sekarang ini, secara resminya baru lahir pada permulaan abad ke-20. Ia lahir terutama sebagai reaksi atau perlawanan terhadap kolonialisme dan karenanya merupakan perla`wanan terhadap  colonial VOC dan Belanda yang terutama digerakkan oleh raja-raja dan pemimpinpemimpin agama.
Kolonialisme modern, sebagaimana diterapkan VOC dan Belanda di Indonesia mengandung setidaknya 3 unsur penting.
1.      Politik dominasi oleh pemerintahan asing dan hegemoni pemerintahan asing tersebut terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia. Karena itu nasionalisme Indonesia di bidang politik bertujuan menghilangkan dominasi politik Negara asing dengan membentuk pemerintahan berkedaulatan rakyat yang dipimpin badan permusyawaratan dan permufakatan dalam perwakilan.
2.      Eksploitasi ekonomi. Sikap pemerintah colonial berusaha mengeksploitasi sumber alam negeri yang dijajah untuk kemakmuran dirinya, bukan untuk kemakmuran negeri jajahan. Rakyat juga diperas dan dipaksa bekerja untuk kepentingan ekonomi colonial, misalnya system Tanam Paksa (Culturstelsel) yang diterapakn pemerintah Hindia Belanda di Jawa pada awal abad ke-19 dan menimbulkan perlawanan seperti Perlawanan Diponegoro. Karena itu, nasionalisme Indonesia hadir untuk menghentikan eksploitasi ekonomi asing dengan berdikari.
3.      Penetrasi budaya. Kolonailisme juga secara sistematis menhapuskan jati diri suatu bansga dengan mengahncurkan kebudayaan dan budaya bangsa yang dijajahnya, termasuk agama yang dianutnya. Caranya dnegan melakukan penetrasi budaya, terutama melalui system pendidikan. Karena itu, dibidang kebudayaan, nasionalisme Indonesia bertujuan menghidupkan kembali kepribadian bangsa yang harus diselaraskan dengan perubahan zaman. Ia tidak menolak pengaruh kebudayaan luar, tetapi  menyesuaikan dengan pandangan hidup, system nilai dan gambaran dunia (worldview, weltanschauung) bangsa Indonesia.
Ketiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan dari semangat yang mendasar dari Pancasila. Merujuk kepada pidato Bung Karnon (7 Mei 1953) di Universitas Indonesia, yang intinya ialah:
1)      Nasionalisme Indonesia bukan nasionalisme sempit (chauvinism) tetapi nasionalisme yang mencerminkan perikemanusiaan (humanism, internasionalisme)
2)      Kemerdekaan Indonesia tidak hanya bertujuan untuk menjadikan Negara yang berdaulat secara politik dan ekonomi, tetapi juga mengembangkan kepribadian sendiri atau kebudayaan yang berpijak pada system nilai dan pandangan hidup bansga Indonesia sendiri yang `bhineka tunggal`
Ahli sejarah terkemuka Sartono Kartodirdjo mengemukakan bahwa disebut “nation” dalam konteks nasionalisme Indonesia ialah suatu konsep yang dialamatkan pada suatu komunitas sebagai kesatuan kehidupan bersama yang mencakup berbagai unsure yang berbeda dalam etnis, kelas atau golongan social, system kepercayaan, kebudayaan, bahasa, dan lain sebagainya. Kesenuanya terintegrasikan dlaam perkembangan sejarah sebagai kesatuan system politik berdasarkan solidaritas yang ditopang oleh kemauan politik bersama (dalam “Nasionalisme”, Lampau dan Kini Seminar tentang Nasionalisme 1983 di Yogyakarta)
Pengertian yang diberikan Sartono Kartodirdjo didasarkan pada perkembangan sejarah bangsa Indonesia dan realitas social budayanya, serta berdasarkan berbagai pernyataan politik Perhimpunan Indonesia sebelum kemerdekaan seperti manifesto Perhimpunan Indonesia dan Sumpah Pemuda 1928. Unsure-unsur nasionalisme Indonesia mencakup hal-hal seperti berikut:
a.       Kesatuan yang mentransformasikan hal-hal yang bhinneka menjadi seragam sebagai konsekuensi dari proses integrasi. Akan tetapi persatuan dan kesatuan tidak boleh disamakan dengan penyeragaman dan keseragaman.
b.      Kebebasan merupakan keniscayaan bagi negeri-negeri yang terjajah agar bebas dari dominasi asing secara politik dan eksploitasi ekonomi serta terbebas pula dari kebijakan yang menyebabkan hancurnya kebudayaan yang berkepribadian.
c.       Kesamaan merupakan bagian implicit dari masyarakat demokratis dan merupakan sesuatu yang berlawanan dengan politik colonial yang diskriminatif dan otoriter.
d.      Kepribadian yang lenyap disebabkan ditiadakan, dimarginalkan secara sistematis oleh pemerintah colonial Belanda.
e.       Pencapaian-pencapaian dalam sejarah yang memberikan inspirasi dan kebanggaan bagi suatu bangsa sehingga bangkit semangatnya untuk berjuang menegakkan kembali harga diri dan martabatnya di tengah bangsa.
Notonagoro, seorang ahli filsafat dan hokum terkemuka dari Universitas Gajah Mada mengemukakan bahwa nasionalisme dalam konteks Pancasila bersifat “najemuk tunggal” (bhinneka tunggal ika). Unsure-unsur yang membentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.
a.       Kesatuan sejarah, ayitu kesatuan yang dibentuk dalam perjalanan sejarahnya yang panjang sejak jaman Sriwijaya, Majapahit, dan munculnya penjajahan VOC dan Belanda. Secara terbuka, nasionalisme pertama dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1945 dan mencapai puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
b.      Kesatuan nasib, bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki persamaan nasib yaitu penderitaan selama masa penjajahan dan perjuangan merebut kemerdekaan secara terpisah dan bersama-sama sehingga berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dapat memproklamasikan masa pendudukan tentara Jepang.
c.       Kesatuan kebudayaan, walaupun bangsa Indonesia memiliki keragaman kebudayan dan menganut agama yang berbeda, namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yang serumpun dan mempunyai kaitan dengan agama-agama besar yang dianut bangsa Indonesia, Hindu-Buddha, Katolik, Kristen, dan Islam.
d.      Kesatuan wilayah, bangsa ini hidup dan mencari penghidupan di wilayah yang sama, yaitu tumpahdarah Indonesia.
e.       Kesatuan asas kerohanian, bangsa ini memiliki kesamaan cita-cita, pandangan hidup dan falsafah kenegaraan yang berakar dalam pandangan hidup, masyarakat Indonesia sendiri di masa lalu maupun pada masa kini.
Dalam kaitannya dengan bentuk pemerintahan atau Negara, Soepomo dan Mohamad yamin mengemukakan agar bangsa Indonesia menganut paham integralistik, dalam arti bahwa Negara yang didiami bangsa Indonesia merupakan suatu kesatuan integral dari unsure-unsur yang menyusunnya. Paham integralistik mengandaikan bahwa Negara harus mengatasi semua golongan lain pihak, Notonagoro mengusulkan agar NKRI menjadi Negara yang berasaskan kekeluargaan.
Dengan demikian, secara umum bahwa nasionalisme sebagai gejala historis mempunyai peranan dominan dalam abad ke-20 dalam proses formatif Negara-negara nasional di Asia Afrika. Ideology politik mempunyai fungsi teleogis serta memberi orientasi politik bagi suatu masyarakat sehingga terbentuk solidaritas yang menjadi landasan bagi proses pengintegrasian sebagai komunitas politik atau nation. Pembentukan komunitas politik dalam kerangka nasion menciptakan unitarisme dan pluralism, seuatu revolusi integrative sehingga secara structural-fungsional unit politik baru meningkatkan potensi kolektif untuk melakukan adaptasi konstelasi mondial ekonomis, social, dan politik. Kehidupan nasionalisme Indonesia yang dilahirkan dalam kancah perjuangan perintis kemerdekaan pada masa colonial dan diteruskan oleh perjuangan fisik selama revolusi menuntut suatu kontinuitas di masa depan, tidak lain karena prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya masih memerlukan pemantapan selama proses nation-building di Indonesia masih berjalan terus.
a.       Kepribadian Nasional
Pengalaman kolektif bangsa atau sejarahnya mengkristalisasi pula pada kepribadian nasionalnya. Ciri-ciri kepribadian ini bersama-smaa membentuk identitasnya sehingga identitas nasional sebagai totalitas karakteristik bangsa dapat dipandang pula sebagai symbol kepribadian nasional. Disamping itu, kepribadian bangsa juga sangat dipengaruhi oleh etos kerja bangsa, yaitu totalitas nilai-nilai hidup yang membentuk pola kelakuam serta gaya hidup bangsa. Kita mengenal etos Protestan yang mneurut Max Weber mendasari perkembangan kapitalisme, etos Virtu Zaman Renaissance yang selalu hendak mencapai excellence, etos Samurai di Jepang, dan sebagainya (Kartodirdjo, 1994)
Apabila nilai-nilai Pancasila sepenuhnya dapat dihayati serta melembaga dalam kehidupan bangsa, maka terbentuklah etos Pancasila. Dalam kerangka pemikiran tentang nasionalisme sudah barang tentu nilai-nilai atau prinsip-prinsip nasionalisme akan mengambil tempat yang penting dalam proses pelembagaan kepribadian bangsa. Selain itu, Nasution membedakan diri dari yang lain berdasarkan indivualitas atau personalitasnya yang memuat suatu totalitas ciri-ciri yang mewujudkan kepribdaiannya dan identitasnya. Hal ini merupakan salah satu prinsip nasionalisme.
Sebagai upaya menumbuhkan rasa nasionalisme di Indonesia diawali dengan pembentukan identitas nasional yaitu dengan adanya penggunaan istilah “Indonesia” untuk menyebut negara kita ini. Dimana selanjutnya istilah Indonesia dipandang sebagai identitas nasional, lambang perjuangan bangsa Indonesia dalam menentang penjajahan. Kata yang mampu mempersatukan bangsa dalam melakukan perjuangan dan pergerakan melawan penjajahan, sehingga segala bentuk perjuangan dilakukan demi kepentingan Indonesia bukan atas nama daerah lagi. Istilah Indonesia mulai digunakan sejak :
1)      J.R. Logan menggunakan istilah Indonesia untuk menyebut penduduk dan kepulauan nusantara dalam tulisannya pada tahun 1850.
2)      Earl G. Windsor dalam tulisannya di media milik J.R. Logan tahun 1850 menyebut penduduk nusantara dengan Indonesia.
3)      Serta tokoh-tokoh yang mempopulerkan istilah Indonesia di dunia internasional.
4)      Istilah Indonesia dijadikan pula nama organisasi mahasiswa di negara Belanda yang awalnya bernama Indische Vereninging menjadi Perhimpunan Indonesia.
5)      Nama majalah Hindia Putra menjadi Indonesia Merdeka
6)      Istilah Indonesia semakin populer sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Melalui Sumpah Pemuda kata Indonesia dijadikan sebagai identitas kebangsaan yang diakui oleh setiap suku bangsa, organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Indonesia maupun yang di luar wilayah Indonesia.
7)      Kata Indonesia dikukuhkan kembali dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
b.      Kesadaran Nasional
Dalam proses sosialisasi atau inkulturasi warga Negara untuk nation-building sangatlah penting fungsi kesadaran nasional, suatu kesadaran yang menempatkan pengalaman, dll. Kesemuanya ditempatkan dalam konteks nasional, baik secara sinkronis maupun diakronis. Konteks sinkrons membuat wawasan nasional sebagai waawasan sistemik yang mencakup berbagai aspek kehidupan, diantaranya interdependensi. Konteks diakronis menempatkan eksistensi kini dalam prespektif sejarah. Dalam hal ini, kesadaran sejarahnyalah yang mampu memperkuat kesadaran nasional karena eksistensi nasional dewasa ini hanya dapat diterangkan dengan pengungkapan perkembangan historisnya. Dengan sejarah akan terungkap pengalaman kolektif bangsa, nasib bersama, dan suka dukanya. Sejarah dapat memupuk solidaritas dan integrasi bangsa. Pengalama kolektif itu akan menjadi sumber inspirasi serta aspirasi bagi hal-hal yang terdapat dalam eksistensi dan kekinian. Sejarah nasional sebagai landasan kesadaran nasional berfungsi untul memaparkan lahirnya Negara nasional, lagi pula memberi legitimasi akan eksistensi bangsa.
Suatu yang tdiak berlebihan apabila dikatakan bahwa sejarah nasional menempatkan symbol identitas nasional sehingga mempunyai fungsi kunci dalam pendidikan nasional. Nasionalisme menimbulkan national pride dan national obligation. Yang kedua bertumpu pada yang pertama, sedangkan yang pertama hanya dapat diciptakan berdasarkan inspirasi dan aspirasi nasional. Seperti telah dinyatakan diatas bahwa kedua hal ini bersumber pada kesadaran nasional beserta kesadaran sejarahnya. Dengan demikian, jelaskan bahwa sejarah memegang peranan penting atau kunci dalam nation-building. 








DAFTAR PUSTAKA
Kohn, Hans. 1984. Nasionalisme arti dan sejarahnya. Jakarta: PT Pembangunan
Agung, Leo. 2013. Sejarah Intelektual. Yogyakarta: Penerbit Ombak
AdiSusilo, Sutarjo. 2013. Sejarah Pemikiran Barat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

2 komentar: