NASIONALISME
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen
Pengampuh Dr.Suranto, M.Pd
Oleh:
Rusydah Binta Qur-aniyah
120210302032
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
A.
Konsep
Dasar Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari
kata nation yang berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali
dkk., 1994:89), kata bangsa memiliki arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan
asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri; (2)
golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang
sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; dan (3) kumpulan manusia yang
biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan
yang biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata
bangsa diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari
kesamaan keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat. Pengertian ini berkaitan
dengan arti kata suku yang dalam kamus yang sama diartikan sebagai golongan
orang-orang (keluarga) yang seturunan; golongan bangsa sebagai bagian dari
bangsa yang besar (ibid, 1994:970). Beberapa suku atau ras dapat menjadi
pembentuk sebuah bangsa dengan syarat ada kehendak untuk bersatu yang
diwujudkan dalam pembentukan pemerintahan yang ditaati bersama.
Nasionalisme berasal dari kata nation (Inggris) dan natie (Belanda) yang berarti “bangsa”. Bangsa adalah sekelompok
masyarakat yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat serta kemauan
untuk bersatu karena adanya persamaan nasib, cita-cita, dan tujuan. Pengertian
nasionalisme yang dihubungkan dengan perasaan kebangsaan telah dijelaskan oleh
pemikir-pemikir seperti Joseph Ernest Renan (1823-1892) dan Otto Bouwer
(1882-1939). J. Ernest Renan menganut aliran nasionalisme yang didasarkan
factor kemanusiaan mengemukakan bahwa munculnya suatu bangsa karena adanya
kehendak untuk bersatu (suatu cara persatuan), sedangkan Otto Bouwer
mengungkapkan bahwa perasaan kebangsaan timbul karena persamaan perangai dan
tingkah laku dalam memperjuangkan persatuan dan nasib bersama. Kedua ahli
tersebut berpendapat bahwa nasionalisme timbul karena factor kemanusiaan,
tetapi keduanya memberikan tekanan yang berbeda.
1. J.
Ernest Renan menekankan factor persamaan keinginan, sedangkan Otto Bouwer
menggariskan factor persamaan keinginan.
2. Dengan
perbedaan tekanan maka kesimpulan tentang nasionalisme juga berbeda. J. Ernest
Renan, suatu bangsa timbul karena dorongan kemauan (contohnya bangsa Amerika
Serikat), sedangkan Otto Bouwer, suatu bangsa timbul karena pengalaman
penderitaan, kesengsaraan, dan kepahitan hidup yang sama. Contohnya seperti
nasionalisme di Negara-negara Asia dan Afrika yang timbul akibat persamaan
nasib sebagai bangsa yang terjajah.
3. Kohn
(1986) menyatakan bahwa nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa
kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan.
4. Slamet
Muljana (1986) menyatakan bahwa nasionalisme adalah manifestasi kesadaran
berbangsa dan bernegara atau semangat bernegara.
5. Sejarawan
Indonesia, Sartono Kartodirdjo menjelaskan nasionalisme sebagai fenomena
historis timbul sebagai jawaban terhadap kondisi-kondisi historis, politik,
ekonomi dan social tertentu. Nasionalisme dalam taraf pembentukannya seperti
masa-masa Pergerakan Nasional dihubungkan dengan unsure-unsur subjektif.
Unsure-unsur itu dapat dilihat dengan adanya istilah-istilah group counsciousness, we-sentiment,
corporate will, dan bermacam-macam fakta mental lainnya. Pada taraf
nasionalisme belum memasukkan unsure-unsur subjektif seperti territorial
(wilayah), Negara, bahasa, dan tradisi bersama.
6. L. Stoddard: Nasionalisme adalah
suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu di mana mereka
menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di dalam
suatu bangsa.
7. Louis Sneyder. Nasionalisme adalah
hasil dari perpaduan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, dan intelektual.
8. Dr. Hertz dalam bukunya yang
berjudul Nationality in History and Politics mengemukakan empat unsur
nasionalisme, yaitu:
ü Hasrat untuk mencapai kesatuan
ü Hasrat untuk mencapai kemerdekaan.
ü Hasrat untuk mencapai keaslian
ü Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.
Beberapa definisi diatas memberi
simpulan bahwa nasionalisme adalah kecintaan alamiah terhadap tanah air,
kesadaran yang mendorong untuk membentuk kedaulatan dan kesepakatan untuk
membentuk negara berdasar kebangsaan yang disepakati dan dijadikan sebagai pijakan
pertama dan tujuan dalam menjalani kegiatan kebudayaan dan ekonomi.
Dari
definisi itu nampak bahwa negara dan bangsa adalah sekelompok manusia yang:
a) memiliki cta-cita bersama yang
mengikat warga negara menjadi satu kesatuan;
b) memiliki sejarah hidup bersama
sehingga tercipta rasa senasib sepenanggungan;
c) memiliki adat, budaya, dan kebiasaan
yang sama sebagai akibat pengalaman hidup bersama;
d) menempati suatu wilayah tertentu
yang merupakan kesatuan wilayah;
e) teroganisir dalam suatu pemerintahan
yang berdaulat sehingga mereka terikat dalam suatu masyarakat hukum.
Nasionalisme dalam arti modern untuk
pertama kalinya muncul di Eropa pada abad ke-18. Lahirnya paham nasionalisme
ini diikuti dengan terbentuknya Negara-negara nasional atau Negara kebangsaan.
Pada mulanya terbentuknya Negara kebangsaan dilator belakangi oleh
factor-faktor objektif seperti persamaan keturunan, bahasa, adat istiadat,
tradisi dan agama. Akan tetapi, kebangsaan yang dibentuk atas dasar paham
nasionalisme lebih menekankan kemauan untuk hidup bersama dalam Negara
kebangsaan. Sejalan dengan ini, maka rakyat Amerika Serikat tidak menyatakan
bahwa mereka harus seketurunan untuk membentuk suatu Negara sebab disadari bahwa penduduk Amerika Serikat
teridri atas berbagai suku bangsa, asal usul, adat istiadat, dan agama yang
berbeda.
B.
Akar-akar
Nasionalisme
Nasionalisme adalah sauatu paham yang
berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara
kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah
tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat, dan penguasa-penguasa resmi
di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda.
Akan tetapi, baru pada akhir abad ke-18 nasionalisme dalam arti modern menjadi
suatu perasaan yang diakui secara umum. Nasionalisme ini makin lama makin kuat
peranannya dalam membentuk semua segi kehidupan, baik yang bersifat umum maupun
pribadi. Baru akhir-akhir ini telah berlaku syarat bahwasanya setiap bangsa
harus membentuk suatu Negara sendiri dan Negara itu harus meliputi seluruh
bangsa. Dahulu setiap orang tidak ditujukan kepada Negara kebangsaan, melainkan
kepada berbagai macam bentuk kekuasaan social, organisasi politik atau raja
feudal, dan kesatuan ideology seperti suku atau klan, Negara kota, dinasti,
gereja, atau golongan keagamaan. Berabad-abad lamanya cita-cita dan tujuan
politik bukanlah Negara kebangsaan, melainkan setidak-tidaknya dalam teori
adalah imperium yang meliputi seluruh dunia, meliputi berbagai bangsa dan
golongan-golongan etnis di atas dasar peradaban yang sama serta untuk menjamin
perdamaian bersama.
Bangsa-bangsa adalah buah hasil tenaga
hasil hidup sejarah dan karena itu selalu bergelombang dan tidak pernah
membeku. Bangsa-bangsa merupakan golongan-golongan yang beraneka ragam dan
tidak terumuskan secara eksak. Kebanyakan bangsa-bangsa itu berbeda dari
bangsa-bangsa lainnya, misalnya perasaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan
politik, adat istiadat, dan tradisi maupun agama. Akan tetapi teranglah bahwa
tiada satu pundi antara factor-faktor ini bersifat hakiki. Nasionalisme
menyatakan bahwa Negara kebangsaan adalah cita dan satu-satunya bentu sah dari
organisasi politik dan bahwa bangsa adalah sumber daripada semua tenaga
kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi.
a. Nasinalisme
sebagai Negara modern
Sebelum
abad nasionalisme banyak individu-individu yang memiliki perasaan yang mirip
dengan nasionalisme. Nasionalisme ini hanya terbatas pada individu-indivdu itu
saja. Banyak dari rakyat tidak mengetahui bahwa kebudayaan, poltik maupun
ekonomi bahwa hidupnya tergantung kepada nasib kebangsaan. Boleh jadi bahaya
dari luar membangkitkan rasa persatuan nasional, sebagaimana terjadi di Yunani
selama perang Persia atau di Perancis dalam Perang Seratus Tahun. Peperangan
sebelum Revolusi Perancis tak membangkitkan semangat nasional sampai mendalam.
Dan baru di masa akhir ini kebangsaan dianggap sebagai sumber kehidupan
kebudayaan. Dalam sejarah, pendidikan dan pengajaran, pembentukan pikiran dan
watak, pada umumnya ditentukan dengan pembatasan nasional.
Sejak
zaman nasionalisme inilah implus-implus dan sikap-sikap rakyat banyak memegang
peranan terpenting, yang digunakan untuk mengesahkan kekuasaan Negara dan
membenarkan penggunakan kekerasan oleh Negara, baik yang tertuju kepada warga
negaranya sendiri maupun kepada Negara lain.
b. Bangsa-bangsa
Ibrani dan Yunani Purba
Meskipun
nasionalisme adalah gejala zaman modern, namun beberapa watak nasionalisme
sudah lama berkembang dalam zaman-zaman yang lampau. Akar-akar nasionalisme
tumbuh di atas tanah yang sama dengan peradaban Barat, yakni dan bangsa-bangsa
Ibrani Purba dan Yunani Purba. Kedua bangsa ini mempunyai kesadaran yang tegas,
bahwa mereka itu berbeda dari pada bangsa-bangsa lainnya: bangsa Ibrani dari
bangsa-bangsa yang bukan Ibrani (Gentile), dan bangsa Yunani dari bangsa-bangsa
yang bukan- Yunani (Barbarian).
Ada
tiga corak hakiki nasionalisme modrn berasal dari bangsa Ibrani, yakni cita
sebagai bangsa terpilih, penegasan bahwa mereka mempunyai kenangan yang sama
mengenai masa lampau dan harapan yang sama dimasa yang akan dating, dan
akhirnya bahwasanya bangsa mereka mempunyai tugas khusus di dunia ini.
c. Sifat
Universal Imperium Romawi
Filsafat
Stoika mempengaruhi alam pikiran Romawi dalam dua abad terakhir sebelum Masehi,
yakni pada saat ketika Negara kota berkembang menjadi suatu imperium yang
mengorganisasi bagian dunia yang dikenal pada waktu itu berdasarkan hokum dan
peradaban yang sama. Sifatnya universal imperium yang berakar pada peradaban
Yunani akan tetapi yang tak mengandung sifat eksklusif bangsa Israel.
d. Renaissance
dan Reformasi
Dalam
abad ke empat belas ternyata bahwa persatuan yang diselenggarakan oleh
kekuasaan Imperium yang diharapkan oleh Dante tidak bisa terwujud. Dalam pada
itu, tahtasuci Paus, pusat harapan universal yang lain lagi, tertawan di
Avignon. Dua revolusi besar yang terkenal dengan nama Renaissance dan Reformasi
merupakan peralihan dari Abad Pertengahan ke zaman modern dalam Dunia Kristen
Barat. Dalam keduanya terdapat benih-benih bagi kesadaran nasional yang sedang
bangun.
Suara
menyokong nasionalisme diserukan sendirian oleh Nicolo Machiavelli (1946-1527)
di Italia zaman Renaissance. Di Italia tak ada seorang pun yang memperhatikan
bahkan mengerti kepentingan-kepentingan Italia. Akan tetapi suatu Machiavelli
adalah suara sendiri di padang pasir. Machiavelli penting dalam menyiapkan
nasionalisme. Dalam II Priciple ia
melukiskan Negara kedudukan yang baru, bebas daripada kekuasaan agama dan moral
apapun juga. Dengan demikian kekuasaan Negara merupakan tujuan terakhir. Semua alat
dan jalan untuk mencapai tujuan ini dibenarkan.
Terdapat
sedikit hubungan langsung antara Reformasi dan Nasionalisme, seperti hubungan
Renaissance dan Nasionalisme. Semula protestanisme adalah suatu gerakan agama
universal seperti halnya dengan Katolisisme. Akan tetapi justru karena adanya
Protestanisme rusaklah Agama Kristen abad Pertengahan. Reformasi menunjukkan
kecorakragaman di lapangan agama dan bahasa di zaman modern.
C.
Lahirnya
Nasionalisme
a. Lahirnya
Naionalisme Eropa
Nasionalisme
Eropa lahir dalam masa peralihan dari masyrakat agraris ke masyarakat industry.
Proses peralihan ini terjadi pada abad ke-18, yakni didahului dengan lahirnya
liberalisme dan kapitalisme. Lahirnya liberalisme dan kapitalisme karena
pengaruh Revolusi Industri dan Revolusi Perancis. Dengan demikian, timbulnya
kesadaran nasionalisme di Eropa karena pengaruh Revolusi Industri dan Revolusi
Perancis. Dengan semangat persaingan bebas dari paham liberalisme dan
dibesarkan dalam masyrakat yang bercorak industry-kapitalis, maka nasionalisme
yang demikian akhirnya tumbuh menjadi suatu aliran yang penuh emosi dan
sentiment atau menjadi chauvinisme.
Dengan
demikian, nasionalisme di Eropa pada waktu itu melahirkan kolonialisme yakni
nafsu untuk mencari tanah jajahan sebanyak-banyaknya. Oleh karena itu,
kolonialisme sebenarnya adalah abak putrid politik perindustrian (colonialism is the daughter of industrial
policy). Bertitik tolak dari inilah akhirnya Negara-negara Eropa menjelma
menjadi Negara imperialis yang saling berlomba untuk mencari dan mendapatkan
tanah jajahan di luar wilayahnya dengan sasaran Negara-negara Asia dan Afrika.
b. Lahirnya Naionalisme Asia-Afrika
Yang dimaksud dengan nasionalisme Asia
dan Afrika ialah aliran yang mencerminkan bangunnya bangsa-bangsa Asia dan Afrika
sebagai reaksi terhadap imperialism dan kolonialisme bangsa-bangsa barat.
Dengan demikian, nasionalisme Asia dan Afrika merupakan gerakan untuk menentang
imperialism dan kolonialisme bangsa barat.
Sebab-sebab timbulnya nasionalisme
Asia-Afrika:
1) Kenangan
kejayaan masa lampau
Bangsa-bangsa Asia dan Afrika sudah pernah mengalami masa kejayaan atau
memiliki negara kebangsaan yang jaya dan berdaulat sebelum masuk dan
berkembangnya imperialisme dan kolonialisme barat. Bangsa India (Masa Ashoka), Indonesia, Mesir, dan Persia pernah mengalami masa kejayaan
sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Kejayaan masa lampau mendorong
semangat untuk melepaskan diri dari penjajahan. Bagi Indonesia kenangan
kejayaan masa lampau tampak dengan adanya kenangan akan kejayaan pada masa
kerajaan Majapahit dan Sriwijaya. Dimana
pada masa Majapahit, mereka mampu menguasai daerah seluruh Nusantara, sedangkan
masa Sriwijaya mampu berkuasa di lautan karena maritimnya yang kuat. Kejayaan
ini menimbulkan rasa harga diri sehingga mereka selalu mengadakan perlawanan
terhadap penjajah.
2) Adanya
penderitaan akibat imperialisme dan kolonialisme
Adanya imperialisme mengakibatkan penderitaan dan
kesengsaraan bangsa-bangsa terjajah. Hal inilah yang mendorong timbulnya
perlawanan nasional.
3) Bersatunya
Negara-negara Asia-Afrika sejak zaman dahulu kala
Faktor yang mendorong rasa nasionalisme bangsa Asia bukanlah akibat
penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa terhadap bangsa Asia,
Afrika, melainkan rasa persatuan itu sudah dimiliki sejak zaman dahulu kala
terutama sesama ras, ataupun kerjasama perdagangan yang telah saling melengkapi
antara suku produsen benda yang berlainan (sehingga terjadi pertukaran tanpa
adanya keserakahan seperti yang dilakukan bangsa barat). Mereka saling menghormati
dan menjaga. Namun kedatangan bangsa barat yang menjajah mengakibatkan mereka
hidup miskin dan menderita sehingga mereka ingin menentang imperialisme barat.
4) Kemajuan
dibidang politik, social, ekonomi, dan budaya
Nasionalisme suatu bangsa dapat juga timbul karena
perkembangan beberapa aspek kehidupan seperti politik, social, ekonomi dan
budaya.
-
Dalam bidang politik, tampak dengan upaya gerakan
nasionalis menyuarakan aspirasi masyarakat pribumi yang telah hidup dalam
penindasan dan penyelewengan hak asasi manusia. Mereka ingin menghancurkan
kekuasaan asing/kolonial dari Indonesia.
-
Dalam bidang ekonomi, tampak dengan adanya usaha
penghapusan eksploitasi ekonomi asing. Tujuannya untuk membentuk masyarakat
yang bebas dari kesengsaraan dan kemelaratan untuk meningkatkan taraf hidup
bangsa Indonesia.
-
Dalam bidang budaya, tampak dengan upaya untuk
melindungi, memperbaiki dan mengembalikan budaya bangsa Indonesia yang hampir
punah karena masuknya budaya asing di Indonesia. Para nasionalis berusaha untuk
memperhatikan dan menjaga serta menumbuhkan kebudayaan asli bangsa Indonesia.
5) Timbulnya
golongan terpelajar atau cendikiawan
Golongan cendikiawan muncul dimana-mana akibat
perkembangan dan peningkatan pendidikan. Perkembangan pendidikan menyebabkan
munculnya golongan cendekiawan baik hasil
dari pendidikan barat maupun pendidikan Indonesia sendiri. Mereka menjadi
penggerak dan pemimpin munculnya organisasi pergerakan nasional Indonesia yang
selanjutnya berjuang untuk melawan penjajahan.
6) Kemengan
Jepang atas Rusia
Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905 mendorong
semangat bangsa Asia untuk bangkit menentang kekuasaan imperialism barat. Dimana
pada tahun
1904-1905 Jepang melawan Rusia dan tentara Jepang berhasil
mengalahkan Rusia. Hal ini dikarenakan, modernisasi yang dilakukan Jepang yang
telah membawa kemajuan pesat dalam berbagai bidang bahkan dalam bidang militer. Awalnya
dengan kekuatan yang dimiliki tersebut Jepang mampu melawan Korea tetapi kemudian dia melanjutkan ke Manchuria dan
beberapa daerah di Rusia. Keberhasilan Jepang melawan Rusia inilah yang
mendorong lahirnya semangat bangsa-bangsa Asia Afrika mulai bangkit melawan
bangsa asing di negerinya.
7) Perkembangan
nasionalisme di berbagai Negara
Terdapat beberapa Negara yang menciptakan dan
mengembangkan suatu gerakan untuk melawan penajahan, Negara-negara tersebut
antara lain: India ( Pergerakan Kebangsaan India), Filipina ( Gerakan Kebangsaan Filipina), Cina
( Gerakan Nasionalis Rakyat Cina), Turki
( Pergerakan Turki Muda) dan Mesir ( Pergerakan Nasionalisme Mesir).
8) Munculnya
Paham-paham baru
Munculnya paham-paham baru di luar negeri seperti nasionalisme, liberalisme, sosialisme, demokrasi dan pan islamisme juga menjadi dasar berkembangnya
paham-paham yang serupa di Indonesia. Perkembangan paham-paham itu terlihat
pada penggunaan ideologi-ideologi (paham) pada organisasi pergerakan nasional
yang ada di Indonesia.
c. Aspek
dan Tujuan Nasionalisme Asia-Afrika
Nasionalisme Asia dan Afrika mempunyai tiga aspek
dan tiga tujuan yakni sebagai berikut:
1) Aspek
politik, yakni bertujuan untuk mengusir imperialisme/penjajahan asing guna
mendapatkan kemerdekaan.
2) Aspek
social-ekonomi yang berusaha untuk membangun masyarakat baru yang bebas dari
kesengsaraan dan kemelaratan.
3) Aspek
budaya, yakni berusaha untuk menggali dan menghidupkan kembali budaya asli
warisan nenek moyang yang kemudian disesuaikan dengan perkembangan zaman.
D.
Perkembangan
Naionalisme di Indonesia
Meskipun persatuan Indonesia telah
bertunas lama dalam sejarah Indonesia, semangat kebangsaan atau nasionalisme
dalam arti yang sebenarnya seperti kita pahami sekarang ini, secara resminya
baru lahir pada permulaan abad ke-20. Ia lahir terutama sebagai reaksi atau perlawanan
terhadap kolonialisme dan karenanya merupakan perla`wanan terhadap colonial VOC dan Belanda yang terutama
digerakkan oleh raja-raja dan pemimpinpemimpin agama.
Kolonialisme modern, sebagaimana
diterapkan VOC dan Belanda di Indonesia mengandung setidaknya 3 unsur penting.
1. Politik
dominasi oleh pemerintahan asing dan hegemoni pemerintahan asing tersebut
terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia. Karena itu nasionalisme
Indonesia di bidang politik bertujuan menghilangkan dominasi politik Negara
asing dengan membentuk pemerintahan berkedaulatan rakyat yang dipimpin badan
permusyawaratan dan permufakatan dalam perwakilan.
2. Eksploitasi
ekonomi. Sikap pemerintah colonial berusaha mengeksploitasi sumber alam negeri
yang dijajah untuk kemakmuran dirinya, bukan untuk kemakmuran negeri jajahan.
Rakyat juga diperas dan dipaksa bekerja untuk kepentingan ekonomi colonial,
misalnya system Tanam Paksa (Culturstelsel)
yang diterapakn pemerintah Hindia Belanda di Jawa pada awal abad ke-19 dan
menimbulkan perlawanan seperti Perlawanan Diponegoro. Karena itu, nasionalisme
Indonesia hadir untuk menghentikan eksploitasi ekonomi asing dengan berdikari.
3. Penetrasi
budaya. Kolonailisme juga secara sistematis menhapuskan jati diri suatu bansga
dengan mengahncurkan kebudayaan dan budaya bangsa yang dijajahnya, termasuk
agama yang dianutnya. Caranya dnegan melakukan penetrasi budaya, terutama
melalui system pendidikan. Karena itu, dibidang kebudayaan, nasionalisme
Indonesia bertujuan menghidupkan kembali kepribadian bangsa yang harus
diselaraskan dengan perubahan zaman. Ia tidak menolak pengaruh kebudayaan luar,
tetapi menyesuaikan dengan pandangan
hidup, system nilai dan gambaran dunia (worldview,
weltanschauung) bangsa Indonesia.
Ketiga aspek tersebut tidak dapat
dipisahkan dari semangat yang mendasar dari Pancasila. Merujuk kepada pidato
Bung Karnon (7 Mei 1953) di Universitas Indonesia, yang intinya ialah:
1) Nasionalisme
Indonesia bukan nasionalisme sempit (chauvinism)
tetapi nasionalisme yang mencerminkan perikemanusiaan (humanism,
internasionalisme)
2) Kemerdekaan
Indonesia tidak hanya bertujuan untuk menjadikan Negara yang berdaulat secara
politik dan ekonomi, tetapi juga mengembangkan kepribadian sendiri atau
kebudayaan yang berpijak pada system nilai dan pandangan hidup bansga Indonesia
sendiri yang `bhineka tunggal`
Ahli sejarah terkemuka Sartono
Kartodirdjo mengemukakan bahwa disebut “nation” dalam konteks nasionalisme
Indonesia ialah suatu konsep yang dialamatkan pada suatu komunitas sebagai
kesatuan kehidupan bersama yang mencakup berbagai unsure yang berbeda dalam
etnis, kelas atau golongan social, system kepercayaan, kebudayaan, bahasa, dan
lain sebagainya. Kesenuanya terintegrasikan dlaam perkembangan sejarah sebagai
kesatuan system politik berdasarkan solidaritas yang ditopang oleh kemauan
politik bersama (dalam “Nasionalisme”, Lampau dan Kini Seminar tentang
Nasionalisme 1983 di Yogyakarta)
Pengertian yang diberikan Sartono Kartodirdjo
didasarkan pada perkembangan sejarah bangsa Indonesia dan realitas social
budayanya, serta berdasarkan berbagai pernyataan politik Perhimpunan Indonesia
sebelum kemerdekaan seperti manifesto Perhimpunan Indonesia dan Sumpah Pemuda
1928. Unsure-unsur nasionalisme Indonesia mencakup hal-hal seperti berikut:
a. Kesatuan
yang mentransformasikan hal-hal yang bhinneka menjadi seragam sebagai
konsekuensi dari proses integrasi. Akan tetapi persatuan dan kesatuan tidak
boleh disamakan dengan penyeragaman dan keseragaman.
b. Kebebasan
merupakan keniscayaan bagi negeri-negeri yang terjajah agar bebas dari dominasi
asing secara politik dan eksploitasi ekonomi serta terbebas pula dari kebijakan
yang menyebabkan hancurnya kebudayaan yang berkepribadian.
c. Kesamaan
merupakan bagian implicit dari masyarakat demokratis dan merupakan sesuatu yang
berlawanan dengan politik colonial yang diskriminatif dan otoriter.
d. Kepribadian
yang lenyap disebabkan ditiadakan, dimarginalkan secara sistematis oleh
pemerintah colonial Belanda.
e. Pencapaian-pencapaian
dalam sejarah yang memberikan inspirasi dan kebanggaan bagi suatu bangsa
sehingga bangkit semangatnya untuk berjuang menegakkan kembali harga diri dan
martabatnya di tengah bangsa.
Notonagoro, seorang ahli filsafat dan
hokum terkemuka dari Universitas Gajah Mada mengemukakan bahwa nasionalisme
dalam konteks Pancasila bersifat “najemuk tunggal” (bhinneka tunggal ika).
Unsure-unsur yang membentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Kesatuan
sejarah, ayitu kesatuan yang dibentuk dalam perjalanan sejarahnya yang panjang
sejak jaman Sriwijaya, Majapahit, dan munculnya penjajahan VOC dan Belanda.
Secara terbuka, nasionalisme pertama dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober
1945 dan mencapai puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
b. Kesatuan
nasib, bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki persamaan nasib yaitu
penderitaan selama masa penjajahan dan perjuangan merebut kemerdekaan secara
terpisah dan bersama-sama sehingga berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dapat
memproklamasikan masa pendudukan tentara Jepang.
c. Kesatuan
kebudayaan, walaupun bangsa Indonesia memiliki keragaman kebudayan dan menganut
agama yang berbeda, namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yang
serumpun dan mempunyai kaitan dengan agama-agama besar yang dianut bangsa
Indonesia, Hindu-Buddha, Katolik, Kristen, dan Islam.
d. Kesatuan
wilayah, bangsa ini hidup dan mencari penghidupan di wilayah yang sama, yaitu
tumpahdarah Indonesia.
e. Kesatuan
asas kerohanian, bangsa ini memiliki kesamaan cita-cita, pandangan hidup dan
falsafah kenegaraan yang berakar dalam pandangan hidup, masyarakat Indonesia
sendiri di masa lalu maupun pada masa kini.
Dalam kaitannya dengan bentuk
pemerintahan atau Negara, Soepomo dan Mohamad yamin mengemukakan agar bangsa
Indonesia menganut paham integralistik, dalam arti bahwa Negara yang didiami
bangsa Indonesia merupakan suatu kesatuan integral dari unsure-unsur yang
menyusunnya. Paham integralistik mengandaikan bahwa Negara harus mengatasi
semua golongan lain pihak, Notonagoro mengusulkan agar NKRI menjadi Negara yang
berasaskan kekeluargaan.
Dengan demikian, secara umum bahwa
nasionalisme sebagai gejala historis mempunyai peranan dominan dalam abad ke-20
dalam proses formatif Negara-negara nasional di Asia Afrika. Ideology politik
mempunyai fungsi teleogis serta memberi orientasi politik bagi suatu masyarakat
sehingga terbentuk solidaritas yang menjadi landasan bagi proses
pengintegrasian sebagai komunitas politik atau nation. Pembentukan komunitas
politik dalam kerangka nasion menciptakan unitarisme dan pluralism, seuatu
revolusi integrative sehingga secara structural-fungsional unit politik baru
meningkatkan potensi kolektif untuk melakukan adaptasi konstelasi mondial
ekonomis, social, dan politik. Kehidupan nasionalisme Indonesia yang dilahirkan
dalam kancah perjuangan perintis kemerdekaan pada masa colonial dan diteruskan
oleh perjuangan fisik selama revolusi menuntut suatu kontinuitas di masa depan,
tidak lain karena prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya masih memerlukan
pemantapan selama proses nation-building di Indonesia masih berjalan terus.
a.
Kepribadian
Nasional
Pengalaman
kolektif bangsa atau sejarahnya mengkristalisasi pula pada kepribadian
nasionalnya. Ciri-ciri kepribadian ini bersama-smaa membentuk identitasnya
sehingga identitas nasional sebagai totalitas karakteristik bangsa dapat
dipandang pula sebagai symbol kepribadian nasional. Disamping itu, kepribadian
bangsa juga sangat dipengaruhi oleh etos kerja bangsa, yaitu totalitas
nilai-nilai hidup yang membentuk pola kelakuam serta gaya hidup bangsa. Kita
mengenal etos Protestan yang mneurut Max Weber mendasari perkembangan
kapitalisme, etos Virtu Zaman Renaissance yang selalu hendak mencapai excellence, etos Samurai di Jepang, dan
sebagainya (Kartodirdjo, 1994)
Apabila
nilai-nilai Pancasila sepenuhnya dapat dihayati serta melembaga dalam kehidupan
bangsa, maka terbentuklah etos Pancasila. Dalam kerangka pemikiran tentang
nasionalisme sudah barang tentu nilai-nilai atau prinsip-prinsip nasionalisme
akan mengambil tempat yang penting dalam proses pelembagaan kepribadian bangsa.
Selain itu, Nasution membedakan diri dari yang lain berdasarkan indivualitas
atau personalitasnya yang memuat suatu totalitas ciri-ciri yang mewujudkan
kepribdaiannya dan identitasnya. Hal ini merupakan salah satu prinsip
nasionalisme.
Sebagai
upaya menumbuhkan rasa nasionalisme di Indonesia diawali dengan pembentukan
identitas nasional yaitu dengan adanya penggunaan istilah “Indonesia” untuk
menyebut negara kita ini. Dimana selanjutnya istilah Indonesia dipandang
sebagai identitas nasional, lambang perjuangan bangsa Indonesia dalam menentang
penjajahan. Kata yang mampu mempersatukan bangsa dalam melakukan perjuangan dan
pergerakan melawan penjajahan, sehingga segala bentuk perjuangan dilakukan demi
kepentingan Indonesia bukan atas nama daerah lagi. Istilah Indonesia mulai
digunakan sejak :
1)
J.R. Logan menggunakan istilah Indonesia untuk
menyebut penduduk dan kepulauan nusantara dalam tulisannya pada tahun 1850.
2)
Earl G. Windsor dalam tulisannya di media milik J.R.
Logan tahun 1850 menyebut
penduduk nusantara dengan Indonesia.
3)
Serta tokoh-tokoh yang mempopulerkan istilah Indonesia
di dunia internasional.
4)
Istilah Indonesia dijadikan pula nama organisasi
mahasiswa di negara Belanda yang awalnya bernama Indische Vereninging
menjadi Perhimpunan Indonesia.
5)
Nama majalah Hindia
Putra menjadi Indonesia Merdeka
6)
Istilah Indonesia semakin populer sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Melalui Sumpah Pemuda kata
Indonesia dijadikan sebagai identitas kebangsaan yang diakui oleh setiap suku
bangsa, organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Indonesia maupun yang di
luar wilayah Indonesia.
b. Kesadaran Nasional
Dalam
proses sosialisasi atau inkulturasi warga Negara untuk nation-building sangatlah penting fungsi kesadaran nasional, suatu
kesadaran yang menempatkan pengalaman, dll. Kesemuanya ditempatkan dalam
konteks nasional, baik secara sinkronis maupun
diakronis. Konteks sinkrons membuat
wawasan nasional sebagai waawasan sistemik yang mencakup berbagai aspek
kehidupan, diantaranya interdependensi. Konteks diakronis menempatkan
eksistensi kini dalam prespektif sejarah. Dalam hal ini, kesadaran
sejarahnyalah yang mampu memperkuat kesadaran nasional karena eksistensi
nasional dewasa ini hanya dapat diterangkan dengan pengungkapan perkembangan
historisnya. Dengan sejarah akan terungkap pengalaman kolektif bangsa, nasib
bersama, dan suka dukanya. Sejarah dapat memupuk solidaritas dan integrasi
bangsa. Pengalama kolektif itu akan menjadi sumber inspirasi serta aspirasi
bagi hal-hal yang terdapat dalam eksistensi dan kekinian. Sejarah nasional
sebagai landasan kesadaran nasional berfungsi untul memaparkan lahirnya Negara
nasional, lagi pula memberi legitimasi akan eksistensi bangsa.
Suatu yang
tdiak berlebihan apabila dikatakan bahwa sejarah nasional menempatkan symbol
identitas nasional sehingga mempunyai fungsi kunci dalam pendidikan nasional.
Nasionalisme menimbulkan national pride
dan national obligation. Yang kedua
bertumpu pada yang pertama, sedangkan yang pertama hanya dapat diciptakan
berdasarkan inspirasi dan aspirasi nasional. Seperti telah dinyatakan diatas
bahwa kedua hal ini bersumber pada kesadaran nasional beserta kesadaran
sejarahnya. Dengan demikian, jelaskan bahwa sejarah memegang peranan penting
atau kunci dalam nation-building.
DAFTAR PUSTAKA
Kohn, Hans. 1984. Nasionalisme arti dan sejarahnya. Jakarta:
PT Pembangunan
Agung, Leo. 2013. Sejarah Intelektual. Yogyakarta:
Penerbit Ombak
AdiSusilo, Sutarjo. 2013. Sejarah Pemikiran Barat. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada
terimaksih bu bin infonya
BalasHapusNtotssss
BalasHapus