LIBERALISME
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen
Pengampuh Dr.Suranto, M.Pd
Oleh:
Rusydah Binta Qur-aniyah
120210302032
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
“Di
Timur, Barat masih berkuasa, negara – negara yang tidak meliberalisasi dirinya,
akan tergerus kedalam abu kehancuran”, “Impian untuk kemakmuran bagi dunia
ketiga hanyalah buaian yang menjijikan bagi kami (kaum liberalis Amerika).”
Begitulah kalimat yang tertera dalam salah satu dokumen CIA, terselip diantara
banyaknya kalimat dan tersimpan begitu rapi hingga tak banyak public yang
mengetahui hal ini. Ini adalah fakta kekinian yang patut dicermati dan dicari
solusinya, mengingat hingga hari ini, Dunia berada dibawah pengaruh barat, tak
terkecuali Indonesia.
Hegemoni Barat yang begitu kental dengan ‘kebebasan’-nya, baik di bidang
politik, ekonomi, ataupun di bidang agama, tentu memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan sejarah local dan nasional di berbagai negara.
‘Kebebasan’
itu diciptakan, dikemas dan dikembangkan serapi – rapinya kedalam masing –
masing bingkai negara – negara dunia, notabene memiliki latar historis dan
budaya yang tentu tak sama. Apabila kita mau merunut dari kronologis
historisnya, sesudah Perang Dunia II berakhir. Faktanya saat ideology tersebut
dianak – pinakan menjadi sebuah bibit yang siap tersebar ke seluruh dunia, sehingga
mendatangkan berbagai kerusakan dalam kehidupan bangsa. Atheis, sekularisme,
kapitalisme, dan neoliberalisme adalah istilah – istilah lain dari Liberalisme,
sederet produk yang nantinya semakin melebarkan jurang antara kelas atas dengan
kelas bawah.
Bukan
maksud penulis untuk membela, mempertahankan bahkan mendukung liberalism itu
sendiri, tapi ingin mengetahui, memberi ulasan berdasarkan kajian sejarah.
Benarkah sebuah ideology liberalism itu seburuk anggapan orang, apakah sama
sekali tak memberikan sumbangan positif bagi bangsa.
Mengingat
ide tentang ‘kebebasan’ atau yang biasa disebut dengan liberalism ini
berkembang jauh saat Eropa diselimuti oleh kabut tebal kekuasaan gereja, yang
didalamnya juga terdapat praktik – praktik feodal hingga membuat stagnasi bagi
perkembangan Eropa. Sebuah ide yang terlahir dari pemikiran para tokoh besar
filosofis abad 14 – 16 tentang pentingnya individualitas yang menjadi susunan utama
dari kebahagiaan manusia dan harus dijamin oleh pihak gereja sebagai
pemerintahan otonom. Jika ditelaah secara mendasar, para pemikir liberal
sejatinya berawal dari trauma terhadap “Tuhan” dan aturan – aturan agama yang
pernah mendominasi masyarakat Barat di zaman pertengahan. Mereka berpikir,
dengan membuang Tuhan dalam kebebasan mereka, maka mereka akan merasakan
kebahagiaan, yang tak lain adalah kebebasan.
Maka,
tak salah jika nantinya di masa depan, ‘kebebasan’ ini berkembang menjadi
sebuah ideology berjudul “Ideologi Liberalisme”
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana bahasan teoritis mengenai liberalisme diawal kemunculannya sebagai sebuah ideologi?
- Apa yang menjadi latar belakang historis ideologi liberalisme?
- Bagaimana wujud ideologi liberalisme yang terimplementasikan dalam bidang agama, politik, dan ekonomi, hingga penjelasan tentang hubungan antara ‘kebebasan’ dengan bentuk – bentuk lain dari Liberalisme?
- Bagaimana pula bentuk pemikiran analitis dan praktek adanya ideologi liberalisme?
- Seberapa besar pengaruh ideologi liberalisme terhadap perkembangan sejarah lokal dan nasional?
1.3 Tujuan
Berdasarkan
latar belakang diatas, tujuan dibuatnya paper berjudul “Ideologi Liberalisme”
ini adalah unutk mengetahui tantang awal mula liberalism itu muncul sebagai
bagian dari kronologis historis, tokoh, dan perkembangan liberalisme menjadi
sebuah ideology yang juga menjadi bagian dari disiplin ilmu politik. Tatanan
ini sesuai dengan ungkapan “History is
Past Politics and Politics is Present History” (Djoko Surjo, 1970 : 4).
1.4 Manfaat
- Makalah berjudul “Ideologi Liberalisme” ini akan sangat bermanfaat bagi khalayak pada umumnya, dan sejarawan khususnya yang ingin mengetahui tentang awal proses munculnya Ideologi Liberalisme dan praktiknya.
- Melalui riset kepustakaan, makalah ini akan mengungkap beberapa fakta tentang ideology liberalisme. Hal ini sekiranya akan berguna bagi para ilmuwan dari berbagai bidang ilmu social utamanya menyangkut tentang fakta – fakta sejarahnya.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Teoritis Ideologi Liberalisme
Pengertian Ideologi
Dalam
ilmu-ilmu sosial dikenal dua pengertian mengenai Ideologi, yaitu Ideologi
secara fungsional dan struktural. Ideologi secara fungsional diartikan
seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama; atau tentang masyarakat dan
Negara yang dianggap paling baik. Sedangkan Ideologi struktural diartikan
sebagai system pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap
kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.
Ideologi
dalam arti struktural digolongkan secara tipologi dengan dua tipe, yakni
Ideologi yang doktriner dan yang pragmatis. Suatu Ideologi dapat dikatakan
doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam Ideologi itu dirumuskan
secara sistematis dan terperinci dengan jelas, diindoktrinasikan pada
masyarakat, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau
aparat pemerintah. Komunisme merupakan salah satu contohnya. Biasanya sistem
nilai atau Ideologi yang diperkenankan hidup dalam masyarakat tersebut hanyalah
Ideologi doktriner tersebut. Akan tetapi, apabila ajaran–ajaran yang terkandung
dalam Ideologi itu tidak dirumuskan secara sistematis dan terperinci, melainkan
dirumuskan secara umum (prinsip-prinsipnya saja). Dalam hal ini Ideologi itu
tidak diindoktrinasikan, tetapi disosialisasikan secara fungsional melalui
kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama, dan
sistem politik.
Atas
dasar itu, pelaksanaannya tidak diawasi oleh aparat partai atau pemerintah,
melainkan dengan pengaruh kelembagaan. Maksudnya, siapa saja yang tidak
menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi tidak akan
dapat hidup secara wajar. Liberalisme merupakan salah satu contoh Ideologi
pragmatis. Biasanya, tidak satu Ideologi saja diperkenankan berkembang dalam
masyarakat ini, tetapi ada satu yang dominan.
Ideologi Liberalisme
Dalam ilmu-ilmu sosial dikenal dua pengertian mengenai ideologi yaitu
ideologi secara fungsional dan struktural. Ideologi dalam arti fungsional
adalah seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan
negara yang dianggap paling baik. Sedangkan dalam arti struktural adalah
ideologi sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas
setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.
Liberalisme
berasal dari kata liberal dan isme. Liberal berarti berpandangan bebas dan
terbuka. Kata isme menunjukkan suatu paham. Liberalisme sendiri sebenarnya
memiliki asal kata, yaitu liberty, yang dalam bahasa latin disebut dengan liber
yang artinya bebas, dan libertas yang artinya kebebasan. Dalam Kamus Filsafat,
liberty bias diartikan dengan :
1.
Hak seseorang untuk secara bebas memilih dari beberapa
alternative tindakan atau sasaran tanpa dibatasi oleh otoritas
2.
Hak seseorang untuk tidak dicampurtangani dalam
pencarian niali atau pemikiran atas apa
yang dia inginkan.
3.
Hak individu untuk mengekspresikan diri sebagaimana
mereka inginkan, tanpa tekanan, dan untuk menggunakan cara – cara yang mereka
inginkan, untuk memenuhi kepentingan – kepentingan mereka.
4.
Ketiadaan (kebebasan diri) tekanan – tekanan, hambatan
– hambatan, tegangan – tegangan atau kesulitan – kesulitan eksternal, serta
tanpa ketakutan pada hokum atau balas dendam.
5.
Kebebasan (kemampuan) atau kesempatan untuk bertindak
sesuai dengan pilihan sendiri.
Ensiklopedi
Britannica 2001 deluxe edition CD-ROM, menjelaskan bahwa kata liberal diambil
dari bahasa Latin liber, free. Liberalisme secara etimologis berarti falsafah
politik yang menekankan nilai kebebasan individu dan peran negara dalam
melindungi hak-hak warganya. Makna senada juga terdapat dalam Wikipedia.
Karakteristik Liberalisme
Ciri-ciri
Ideologi Liberal adalah sebagai berikut. Pertama, demokrasi merupakan bentuk
pemerintahan yang lebih baik. Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan
intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama, dan
kebebasan pers. Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara
terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat
dapat belajar membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Keempat, kekuasaan dari
seseorang terhadap orang lain merupakan sesuatu yang buruk. Oleh karena itu,
pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat
dicegah. Intinya, kekuasaan dicurigai sebagai cenderung disalahgunakan, dan
karena itu sejauh mungkin dibatasi. Kelima, suatu masyarakat dikatakan
berbahagia apabila setiap individu atau sebagian besar individu berbahagia.
Kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar
individu belum tentu maksimal.
Prinsip dasar liberalisme diatas yang didalamnya terdapat
pula keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama,
suara hati, keyakinan, ucapan, pers dan politik. Dengan demikian,
kebaikan suatu masyarakat atau rezimnya diukur dari seberapa tinggi individu
berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya. Paham ini dianut
Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.
Secara
umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya
pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki
adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang
relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan
menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi
dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.
2.2
Latar Belakang Historis
Liberalisme adalah satu nama di
antara isme – isme lain di Dunia Barat yang berkembang sejak masa Reformasi
Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan. Liberalisme
adalah ideologi yang didasarkan pada kebebasan. Liberalisme secara etimologis
berarti falsafah politik yang menekankan nilai kebebasan individu dan peran negara dalam melindungi
hak-hak warganya. Secara umum liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang
bebas, dicirikan dengan kebebasan berpikir individu. Dalam lberalisme ini
menolak adanya pembatasan, liberalisme juga menghendaki adanya pertukaran
gagasan yang bebas.
Dialatar
belakangi oleh rasa kesewenang – wenangan, masyarakat eropa pada saat itu
terbagi menjadi kelas-kelas, kaum bangsawan disini adalah pemilik tanah. Hanya
kaum Aristokrat yang diperkenankan memliki tanah, golongan feodal ini pula yang
juga memegang dan menguasai posisi politik juga ekonomi. Sedang para petani
distratakan sebagai penggarap tanah yang dimiliki oleh patronnya, yang harus
membayar pajak dan menyumbangkan tenaga bagi sang patron. Lebih buruk lagi
adalah peran gereja dengan hak-hak istimewanya dalam suatu negara yang
berdampak semakin sempitnya dan tertekannya suatu kebebasan individu. Pemilikan
tanah oleh kaum bangsawan, hak-hak istimewa gereja, peranan politik raja dan
kaum bangsawan merupakan bentuk dominasi diatas individu.
Liberalisme
tumbuh dari konteks masyarakat Eropa pada abad pertengahan. Ketika itu,
masyarakat ditandai dengan dua karakter yang anggota masyarakatnya terikat satu
sama lain dalam suatu system dominasi kompleks nan kukuh, dan pola dalam system
ini bersifat statis atau sukar berubah. Di Abad Pertengahan tersebut nyatanya, penuh
dengan penyimpangan dan penindasan oleh kolaborasi Gereja dan raja/kaisar, sehingga
berimbas pada stagnannya ilmu pengetahuan dan merajalelanya surat pengampunan dosa. Dimulai pada saat runtuhnya imperium Romawi,
muncul agama Kristen yang sebagai agama negara yang sangat mendominasi
masyarakat. Kekecewaan
masyarakat mulai timbul pada gereja pada saat didrikan suatu institusi bernama
inkuisisi, gereja juga memiliki dewan dengan sebutan ekunemis sebagai
persidangan legislitif, memiliki raja yakni paus, para pangeran menjadi pejabat
tinggi dalam kerajaaan, hukum gereja sebagai undang-undang dasar, ada juga
lembaga dengan sebutan curia yang mengurus tentang peradialan dan keuangan ,dan
juga gereja memiliki prajurit, sering berperang, membuat perjanjian dan memungut pajak. Bagi setiap orang yang berbeda dan
berlawanan dengan gereja baik dalam hal pemikiran maka akan timbul cap bahwa
orang itu adalah bid’ah. Dominasi inilah yang menimbulkan trauma bagi
masyarakat. Maka timbullah rasa untuk terbebas dari pengaruh dan kontrol gereja
yang berlebihan.
Maka
Abad Pertengahan pun meredup dengan adanya upaya koreksi atas Gereja yang
disebut gerakan Reformasi Gereja (1294-1517), dengan tokohnya seperti Marthin Luther, Zwingly, dan John
Calvin. Gerakan ini disertai dengan munculnya para pemikir Renaissans pada abad
XVI seperti Machiaveli dan Michael Montaigne, yang menentang dominasi Gereja,
menghendaki disingkirkannya agama dari kehidupan, dan menuntut kebebasan. Martin Luther yang berani secara terang-terangan melawan
gereja yang sangat berpengaruh tersebut. Keadaan pada saat itu agama sangat
mengekang individu, tidak ada kebebasan yang ada hanyalah dogma-dogma agama serta
dominasi gereja.
Pada perkembangan berikutnya dominasi gereja dirasa
sangat menyimpang dari otoritasnya yang semula, penemuan sesuatu yang terkait
dengan ilmu pengetahuanpun dilarang. Lebih buruk lagi adanya komersialisasi
agama, ketergantungan umat terhadap pemuka agama sehingga menyebabkan manusia
tidak berkembang dan berdampak luas, hal tersebutlah yang dikritik oleh Martin Luther. Reformasi gereja merupakan langkah pertama menuju
kebebasan individu.
Sejatinya pemikiran para kaum liberal ini berawal dari trauma Tuhan dan aturan-aturan agama yang
pernah mendominasi masyarakat barat di zaman pertengahan.
Mereka berpikir, dengan membuang Tuhan dalam kebebasan mereka, maka mereka akan
merasakan kebahagiaan, yang tak lain adalah kebebasan. Karena itu tak heran,
jika filosof terkenal Prancis, Jean – Paul Sartre (1905 – 1980) memekikan
slogan “even God existed, it will still
necessary to reject him, since the idea of God negates our freedom.” (Karen
Amstrong, History of God, 1993).
Di samping itu, liberalisme juga membawa dampak yang
besar bagi sistem masyarakat Barat, di antaranya adalah mengesampingkan hak
Tuhan dan setiap kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang
publik menjadi sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap agama Kristen
dan gereja atas statusnya sebagai lembaga publik, lembaga legal dan lembaga
sosial.
2.3 Wujud Liberalisme
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa liberalisme menuntut kemerdekaan individu
terhadap kaum bangsawan dalam bentuk kemerdekaan politik dan ekonomi. Sedangkan
terhadap golongan gereja/agama, liberalism menuntut kemedekaan dalam bidang
agama.Dengan demikian paham liberal nampak dalam bidang politik, ekonomi, dan
agama.
LIBERALISME AGAMA
Liberalisme
dalam agama disini adalah liberal dalam masalah ibadah
dan agama atau kebebasan dalam beribadah dan beragama. Setiap individu harus
memiliki kebebasan kemerdekaan beragama dan menolak campur tangan negara atau
pemerintah tetapi dalam kebebasan tersebut tentu tidak bebas mutlak, ada
peraturan dalam memeluk agama. Kebebasan agama ini muncul saat terjadinya
peristiwa gereja di abad pertengahan yang terlalu mengekang umat. Tokoh pertama
kali yang memprakarsai kebebasan dalam hal agama adalah Marthin Luther, dimana
pada saat abad pertengahan agama sangat mengekang individu. Tidak ada kbebasan
yang ada hanya dogma dogma serta dominasi gereja. Karena semakin lama dominasi
gereja semakin menyimpang dari otoritasnya semula maka individu semakin tidak
berkembang karena banyak larangan-larangan yang di keluarkan oleh gereja.
Karena hal tersebutlah marthin luther mulai melakukan kritik kritik terhadap
gereja dan menimbulkan suatu reformasi yang menyulutb kebebasan individu yang tadinya terkekang.
LIBERALISME
POLITIK
Liberalisme disini adalah liberalisme yang dimana terjadi
dalam ranah politik, yaitu suatu kebebasan individu yang berurusan dengan
pemerintah atau penguasa negara pada saat itu. dengan kata lain, kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dalam suatu negara berada di
tangan
rakyat (demokrasi). Paham liberal daam bidang politik Nampak dalam demokrasi dan nasionalisme
rakyat (demokrasi). Paham liberal daam bidang politik Nampak dalam demokrasi dan nasionalisme
- Golongan Liberal beraggapan bahwa masyarakat terbentuk oleh individu – individu.
Oleh karena itu individulah yang berhak menentukan segalanya dalam
masyarakat (negara). Kedaulatan harus berada ditangan individu, yang berarti
kedaulatan ada di tangan rakyat. Dnegan demikian timbulah system pemerintahan
demokrasi, yang menunt adanya UUD, pemilihan umum, kemerdekaan pres, dan
kebebasan berbicara.
- Paham liberal mengutamakan kemerdekaan individu
Negara terdiri dari individu – individu, negara adalah milik dari
para individu yang membentuk negara itu, amka yang berhak mengatur dan
menentukan nasib suatu negara adalah individu yang ada di negara tersebut. Paham
ini menghendaki pemerintahan sendiri dan menentang segala bentuk campur tangan
serta penindasan dari bangsa lain. Dengan demikian liberalism melahirkan semangat
nasionalisme. Di Asia umumnya, dan di Indonesia khususnya, nasionalisme ini
muncul sebagai akibat dari adanya penindasan dari bangsa Barat, sedangkan di
negara – negara Eropa, nasionalisme muncul untuk menentang kekuasaan raja yang
absolute.
Agar supaya kebebasan individu tetap dijamin
dan dihormati sehingga harus dibentuk undang-undang, hukum, parlemen dan
sebagainya, agar pmerintah,penguasa atau raja dapat memerintah secara adil dan
tidak berlebihan. Hal ini dibuat agar dapat memastikan kebebasan individu dan
persamaan dalam suatu negara terutama juga hak suara yg sama dalam mengeluarkan
pendapat sehingga tidak ada jarak maupun perbedaan yang tajam antara penguasa
dan rakyat atau individu.
LIBERALISME EKONOMI
Bidang Ekonomi Dalam bidang ekonomi, golongan liberal menghendaki
adanya sistem ekonomi bebas. Tiap-tiap individu harus memiliki kebebasan berusaha,
memilih mata pencaharian yang disukai, mengumpulkan harta benda , dan
lain-lain. Pemerintah tidak boleh ikut campur tangan karena masalah itu masalah
individu. Semboyan kaum liberal ialah laisser faire, laisser passer, le monde va
de luimeme, artinya produksi bebas, perdagangan bebas, dunia akan berjalan
sendiri.
Selanjutnya
pada era Pencerahan abad XVII-XVIII, seruan tentang kebebasan invidu atau liberalisme dengan tokohnya seperti John locke dan Voltaire. Disinilah mulai muncul istilah
liberalisme, dan liberalism klasik
pun mulai memasuki eranya.
Hubungan Liberalisme dengan Demokrasi dan Kapitalisme
Demokrasi dan Kebebasan
Dalam pengertian Demokrasi,
termuat nilai-nilai hak asasi manusia, karena demokrasi dan Hak-hak asasi
manusia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu
dengan yang lainnya. Sebuah negara yang mengaku dirinya demokratis mestilah
mempraktekkan dengan konsisten mengenai penghormatan pada hak-hak asasi
manusia, karena demokrasi tanpa penghormatan terhadap hak-hak asasi setiap
anggota masyarakat, bukanlah demokrasi melainkan hanyalah fasisme atau negara
totalitarian yang menindas.
Jelaslah bahwa demokrasi
berlandaskan nilai hak kebebasan manusia. Kebebasan yang melandasi demokrasi
haruslah kebebasan yang positif – yang bertanggungjawab, dan bukan kebebasan
yang anarkhis. Kebebasan atau kemerdekaan di dalam demokrasi harus menopang dan
melindungi demokrasi itu dengan semua hak-hak asasi manusia yang terkandung di
dalamnya. Kemerdekaan dalam demokrasi mendukung dan memiliki kekuatan untuk
melindungi demokrasi dari ancaman-ancaman yang dapat menghancurkan demokrasi
itu sendiri. Demokrasi juga mengisyaratkan penghormatan yang setinggi-tingginya
pada kedaulatan Rakyat
Kapitalisme dan Kebebasan
Tatanan ekonomi memainkan
peranan rangkap dalam memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak, kebebasan
dalam tatanan ekonomi itu sendiri merupakan komponen dari kebebasan dalam arti
luas ; jadi, kebebasan di bidang ekonomi itu sendiri menjadi tujuan. Di pihak
lain, kebebasan di bidang ekonomi adalah juga cara yang sangat yang diperlukan
untuk mencapai kebebasan politik. Pada dasarnya, hanya ada dua cara untuk
mengkoordinasikan aktivitas jutaan orang di bidang ekonomi. Cara pertama ialah
bimbingan terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan – tekniknya tentara dan negara
dan negara totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama individual secara
sukarela – tekniknya sebuah sistem pasaran. Selama kebebasan untuk mengadakan
sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka ciri pokok dari usaha untuk
mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem pasaran adalah bahwa ia mencegah
campur tangan seseorang terhadap orang lain. Jadi terbukti bahwa kapitalisme
adalah salah satu perwujudan dari kerangka pemikiran liberal.
2.4 Analitis dan
Praktek Ideologi Liberalisme
Pada hakekatnya Ideologi Liberalisme terbagi menjadi dua aliran
yakni, Liberalisme Klasik, dan Liberalisme modern. Perbedaan diantara kedua
aliran ini secara singkat dapat dijabarkan sebagai berikut : liberalisme klasik
percaya bahwa negara sebaiknya meminimalkan campur tangannya dalam kehidupan
rakyat terkecuali dalam masalah keamanan (negative freedom) sementara
liberalisme modern percaya bahwa negara haruslah ikut bertanggung jawab atas
kehidupan dan kesejahteraan rakyat (positive freedom). Sebagai mudahnya, apabila
sistem ekonomi liberalisme klasik berkiblat pada Adam
Smith, maka sistem ekonomi liberalisme modern berkiblat pada John Maynard Keynes.
A. Liberalisme Klasik
Pada saat itu liberalisme mulai merambah
dalam hal politik melawan
suatu sistem feodalisme. Pada saat sistem feodalisme diberlakukan dalam negara
ada 3 golongan yaitu ada Raja, borjuis, dan proletar. Pemisahan antara golongan
I dan ke II di perburuk dengan golongan ke III yang tanpa hak dan penuh dengan
kewajiban. Salah satu tokohnya adalah John Locke, seorang
pendukung utama paham liberalisme dari Inggris.
John locke berpendapat individu pada suatu
negara adalah baik namun karena adanya kesenjangan akibat harta atau kekayaan,
maka khawatir jika hak individu akan diambil oleh orang lain sehingga mereka
membuat perjanjian yang diserahkan pada penguasa sebagai pihak penengah namun
harus ada syarat bagi penguasa.
Dalam kritiknya terhadap pemerintahan yang
feodal, tokoh liberalisme seperti John Locke mengemukakan bahwa terbentuknya suatu
negara merupakan kehendak dari individu-individu, oleh karena itu, yang berhak
mengatur dan menentukan segala-galanya adalah individu-individu tersebut.
Setelah liberalisme merambah dunia politik, liberalisme juga akan menjalar ke
ranah ekonomi nantinya. Golongan feodal ini lah yang menguasai proses politik
ekonomi, sedangkan para petani yang sebagai penggarap harus menggarap lahan dan
juga membayar pajak. Di beberapa tempat justru tidak diperkenankan pindah ke
tempat lain tanpa sepengetahuan sang pemilik tanah. Sementara kesejahteraan
petani tersebut kurang diperhatikan oleh tuannya. Dalam konteks perkembangan
masyarakat itu muncul masa industri di tengah masyarakat. Dalam prkembangannya
aturan-aturan yang diterapkan oleh sistem feodal tersebut terbentur dengan
perkembangan dan keadaan masyarakat. Lagi-lagi manusia merasa kecewa dan trauma
dengan ideologi dan sistem feodalisme yang diberlakukan oleh raja atau
penguasa.
Masyarakat yang terbaik menurut paham
liberal adalah yang memungkinkan individu mengembangkan kemampuannya
sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik semua individu harus dapat mengembangkan
pikiran dan juga bakat-bakatnya.
Ada tiga hal yang
mendasar yang mendasari ideologi liberalisme itu sendirri, yaitu kehidupan,
kebebasan dan hak milik. Ada
nilai-nilai pokok yang berasal dari tiga hal yang mendasari liberalism klasik
tersebut, antara lain :
·
Kesempatan yang sama, maksudnya adalah
manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik
politik, social, ekonomi, dan kebudayaan. Persamaan kesempatan ini adalah
sesuatu yang mutlak dari suatu demokrasi yang juga merupakan buah dari
liberalisme itu sendiri.
·
Menghilangkan egoism individu, dengan
adanya suatu rasa persamaan antara manusia dimana setiap orang mempunyai hak
yang sama untuk mengemukakan pendapatnya. Dari hal tersebut maka dalam
menyelesaikan masalah-masalah baik dalam bidang politik, ekonomi, social dan krhadap gerebudayaan. Dalam hal
kenegaraan pun juga harus ada pengambilan keputusan yang diambil secara
bersama-sama dalam suatu diskusi.
·
Bertindak menurut kehendak rakyat,
disini pemerintah tidak boleh sepihak dalam menentukan sesuatu dalam
pemerintahannya, pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang di perintah.
·
Berjalannya hukum,
Perspektif liberalime
klasik berpandangan bahwa individu bebas mencari dan meraih kepentingan
pribadinya, bebas dari kekangan dan kesewenang-wenangan kekuasaan serta bebas
untuk menentukan pilihannya sendiri. Clark menguraikan prinsip-prinsip
liberalisme klasik melalui pemikiran beberapa tokoh diantaranya Thomas Hobbes,
John Locke, Adam Smith, Thomas Maltus, Friedrich A. Hayek, dan Robert Nozick.
Pada dasarnya pemikiran-pemikiran mereka mengenai liberalisme klasik hampir
sama dan saling bersinggungan. Misalnya tentang sifat dasar manusia yang egois,
individual, buruk, dan brutal, serta perilaku manusia yang berupaya memuaskan
kepentingan dan kemauannya. Karena sifat dasar inilah maka akan memicu timbulnya
konflik antar individu sehingga diperlukan adanya pemerintah yang diciptakan
untuk menyelaraskan kepentingan individu dan memenuhi kepentingan publik dalam
sebuah kelompok besar yaitu negara.
Liberalisme klasik percaya bahwa pemerintah harus memunyai kekuasaan
yang absolut untuk membuat dan menegakkan hukum. Kekuasaan absolut ini hanya
pada sebatas kekuasaan hukum agar antar individu tidak saling bertikai dan
kepentingan mereka dapat berjalan selaras. Selain itu pemerintah juga
bertugas melindungi hak kekayaan individu dan menyediakan barang maupun
jasa yang menjadi kepentingan umum. Namun, dalam mekanisme pasar, peran
pemerintah akan sangat diminimalisir sekali sehingga tidak ada intervensi dalam
pasar.
Patut
diperhatikan juga bahwa kebebasan dalam liberalisme bukanlah kebebasan yang sebebas-bebasnya atau mutlak, tetapi kebebasan yang ada
batas dan aturan nya yang sudah di sepakati oleh individu-individu tersebut.
Selain esensinya, Liberalisme Klasik pun
terimplementasi dalam perkembangan Sejarah Amerika saat Revolusi Amerika sedang
terjadi, dan tak lepas dari pengaruh seorang John Locke, sebagai berikut :
Aplikasi
Penerapan Liberalis Klasik
Revolusi Amerika
Pengaruh terbesar John Locke
ada pada Revolusi Amerika di tahun 1776. Di Amerika menyebar kesadaran bahwa
raja tidak punya hak mutlak atas rakyatnya (monarki absolut). Rakyat Amerika
tidak mau membayar pajak yang besar hanya untuk menambah kas Inggris, tanpa
kompensasi perwakilan dan pemerintahan. Kewajiban yang dibebankan tersebut
dianggap melanggar nilai-nilai kehidupan dan kebebasan.
Nilai-nilai inilah yang
menjadi landasan deklarasi kemerdekaan Amerika oleh Jefferson.
Tidak seperti Locke, Jefferson menganggap hak
milik bukanlah hak yang samawi. Dia menggantinya dengan hak mengejar
kebahagiaan, yang mungkin ada kesamaan dengan ide Aristoteles sebagai tujuan
hidup. Hak-hak ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai kewajiban
negara untuk melindungi kepentingan rakyatnya (Bill of Rights - Madison).
Perlu diingat, hak-hak
tersebut pada awalnya hanya berlaku untuk laki-laki merdeka. Baru tahun 1920,
wanita ikut dalam Pemilu nasional di AS. Lebih parah lagi adalah masyarakat
kulit hitam, yang hak-haknya lama menjadi korban kepentingan ekonomi dan alat
bagi orang-orang yang punya hak penuh untuk mengejar kebahagiaan mereka.
B. Liberalisme
Modern
Pemikiran liberalisme modern berakar dari
pemikiran liberalisme klasik. Pemikiran liberal modern ini berupaya
mengkombinasikan ideologi-ideologi yang ada. Sehingga menciptakan konsep
fleksibilitas dan ketahanan. Liberalisme modern berupaya menggalakkan keadilan
sosial, hak kekayaan pribadi dan demokrasi. Tokoh-tokoh pemikirnya antara lain
Jeremy Bentham, John Stuart Mill, Thomas Hill Green, Alfred Marshall, John
Maynard Keynes serta John Rawls dengan pemikiran-pemikiran baru yang sejalan
dengan perspektif liberalis modern, yakni New Keynesian Economics, Neocorporatism dan Post-Keynesian Economics Prinsip-prinsip
liberalisme modern antara lain:
- Sifat dasar manusia yang rasional namun dalam menentukan tujuan dan pilihannya akan terpengaruhi oleh lingkungan sehingga individu akan menselaraskan antara keinginan pribadinya dengan lingkungan yang ada;
- Dalam kelompok masyarakat tidak hanya ada kepentingan individu namun ada juga kepentingan kolektif sehingga untuk memenuhi semuanya institusi pasar dan pemerintah menjadi penting dan diperlukan;
- Peran pemerintah selain melindungi hak individu juga harus melayani kepentingan kolektif yang tidak bisa diperoleh dan diupayakan hanya oleh seorang individu;
- Moral bersifat subjektif sehingga bersifat relative terhadap individu dan kondisi lingkungan;
- Namun, pemikiran liberalisme modern kurang mengulas mengenai otoritas pemerintah dan bagaimana individu harus mematuhi hukum;
- Konsep kebebasan liberalis modern tidak hanya ketiadaan paksaan dari pemerintah maupun individu lain tetapi juga kemampuan individu untuk meraih tujuannya secara efektif;
- Dua konsep utamanya mengenai kesamaan sosial adalah kesamaan kesempatan dan kesamaan di bawah hukum;
- Keadilan akan tercapai jika HAM dan hak kekayaan individu dapat ditegakkan oleh karena itu pemerintah harus menemukan keselarasan antara keduanya dan dapat melayani kepentingan publik;
- Efisiensi merupakan maksimalisasi nilai barang dan jasa yang diproduksi.
Aplikasi Penerapan Ideologi Liberalis Modern
Liberal
di AS
Golongan liberal di AS sekarang ini mempunyai prinsip
yang mirip dengan John Rawls. Kebebasan individu adalah penting, tetapi peran
pemerintah diperlukan di dalam menjamin hak-hak kaum minoritas. Mereka
mendukung berbagai program sosial pemerintah, seperti Social Security,
Affirmative Action, dll.
Golongan Liberal juga lebih
universalis. Bagi mereka, AS adalah bagian integral dari dunia internasional.
Prinsip ini berarti AS harus terlibat dalam permasalahan internasional,
terutama menyangkut masalah kemanusiaan (Rwanda,
Ethiopia, Sudan), kestabilan politik regional (Perang
Dunia I, Bosnia), kestabilan
ekonomi regional (bantuan ke Argentina,
Meksiko).
Sejalan dengan prinsip
internasional ini, Liberal pada umumnya lebih menghormati pelaksanaan HAM dan
hukum-hukum internasional. Ini menyebabkan – dalam kaitannya dengan kebijakan
terhadap Muslim di dalam AS – mereka relatif lebih lunak dalam memperlakukan
warga negara asing, karena mereka ingin warga AS diperlakukan sama di luar
negeri.
2.5 Pengaruh Ideologi Liberalisme terhadap
Perkembangan Sejarah Lokal dan Nasional
Sejarah
nasional mempunyai peranan sangat penting dalam membina nasionalisme suatu
bangsa. Negara nasional yang diproklamasikan oleh Ir. Soekarno dan Drs.
Mohammad Hatta untuk selama-lamanya itu ternyata mampu bertahan terhadap
bermacam-macam ancaman mulai dari ancaman kolonialisme tua, perpecahan ideologi
dan pertentangan agama yang sampai sekarang terus membayangi baik dari luar
maupun dari dalam. Kolonialisme kuno yang dulu menggunakan kekuatan militer,
sekarang menjelma menjadi Liberalisme kapitalisme yang menjalankan praktek
imperialisme lewat jalur ekonomi dan diplomasi.
Pengaruh liberalisme dan sekaligus arus globalisasi dapat terasa dengan
berwujud adanya degradasi wawasan
nasional dan wawasan ideologi nasional. Demikian pula adanya degradasi mental ideologi, seperti budaya
demokrasi liberal dan HAM individualisme-egoisme--- bukan
kesatuan dan kerukunan sebagai asas
moral filsaafat dan ideologi bangsanya---. Perhatikan beberapa fenomena
sosial politik dan ekonomi (neo-liberal) dalam era reformasi sebagai praktek
budaya: kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme dalam hampir semua
bidang kehidupan Indonesia,
bermuara sebagai neoimperialisme!
Sinergis dengan kondisi global maka dalam NKRI juga tantangan kebangkitan
neo-PKI / KGB. Jika merunut sejarah maka pengatuh liberalisme di Indonesia dalam
Sejarah Nasional dapat dijelaskan melalui fenomena berikut :
1.
Watak setiap ajaran filsafat dan
ideologi dengan asas dogmatisme senantiasa merebut supremasi dan dominasi atas
berbagai ajaran filsafat dan ideologi yang dipandangnya sebagai saingan.
Ideologi kapitalisme-liberalisme yang dianut negara-negara Barat sebenarnya
telah merajai kehidupan berbagai bangsa dan negara: politik kolonialisme-imperialisme.
Karena itulah, ketika perang dunia II berakhir 1945, meskipun mereka meraih
kemenangan atas German dan Jepang, namun mereka kehilangan banyak negara
jajahan memproklamasikan kemerdekaan, termasuk Indonesia. Sejak itulah penganut
ideologi kapitalisme-liberalisme menetapkan strategi politik neo-imperialisme
untuk melestarikan penguasaan ekonomi dan sumber daya alam di negara-negara
yang telah mereka tinggalkan (disusun strategi rekayasa global, 1947).
2.
Melalui berbagai organisasi dunia, mulai
PBB, World Bank dan IMF sampai APEC dipelopori Amerika Serikat mereka tetap
sebagai kesatuan Sekutu
dan Unie Eropa dalam perjuangan merebut supremasi
politik dan ekonomi dunia (neo-imperialisme). Lebih-lebih dengan
berakhirnya perang dingin
(1950-1990) mereka makin menunjukkan supremasi
politik neoimperialisme!
3.
Hampir semua negara berkembang yang
kondisi ipteks, industri dan ekonomi amat tergantung kepada negara maju (G-8)
maka melalui bantuan modal pembangunan baik bilateral maupun multilateral,
seperti melalui IMF dan World Bank, termasuk IGGI kemudian CGI semuanya
mengandung strategi politik ekonomi negara Sekutu (USA dan UE).
4.
Melalui kesepakatan APEC, mereka
mempropagandakan doktrin ekonomi
liberal, atas nama ekonomi pasar ---tidak boleh ada proteksi demi
peningkatan kemampuan dan kemandirian---. Sementara potensi ekonomi berbagai
negara berkembang tanpa proteksi, tanpa daya saing yang memadai...... semuanya
dilumpuhkan dan ditaklukkan. Tercapailah politik
supremasi ekonomi kapitalisme-liberalisme, sebagai neo-imperialisme.
5.
Sesungguhnya sejak dimulai perang dingin
(sekitar 1950 – 1985) Sekutu telah menampilkan watak untuk merebut dominasi dan
supremasi politik internasional.
Kondisi perang dingin yang amat panjang meskipun menguras dana dan biaya perang
(angkatan perang dan persenjataan), namun juga dijadikan media propaganda bahwa
otoritas supremasi politik dan ideologi dunia tetap dimiliki Blok Barat.
Supremasi politik dan ideologi ini juga didukung oleh supremasi ipteks
.......sehingga banyak intelektual negara berkembang (baca: negara GNB) yang
belajar ipteks ke negara-negara blok Barat.
Sebagian intelektual kita itu
telah tergoda dan terlanda wawasan politiknya, sehingga sebagai elite reformasi
mempraktekkan demokrasi liberal, ekonomi liberal, bahkan juga budaya negara
federal!
Dalam
konteks sejarah lokal pengaruh liberalisme mengakibatkan Pemujaan demokrasi
liberal atas nama kebebasan dan HAM telah mendorong bangkitnya primordialisme
kesukuan dan kedaerahan. Mulai praktek otoda dengan budaya negara federal sampai semangat separatisme. Fenomena ini
membuktikan degradasi nasional
telah makin parah dan mengancam integritas mental ideologi Pancasila,
integritas nasional dan integritas NKRI, dan integritas moral (komponen
pimpinan, manusia, bangsa. Hendaknya
kita kembali mendalami Ideologi sendiri, Pancasila.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Liberalisme adalah suatu ideologi muncul dari
perjalanan sejarah manusia. Ideologi yang sebenarnya sudah ada pada saat yunani
kuno, namun tidak serta merta bernama liberalisme namun lebih tepat dikatakan
suatu kebebasan. Liberalisme sendiri muncul pada saat abad XVI, yang merupakan
wujud dari kekecewaan manusia atau umat terhadap agama dan suatu sistem yaitu
feodalisme yang dipraktekkan oleh penguasa.
Wujud liberalisme sendiri mulai merambah
tidak hanya dalam aspek keagamaan saja namun dalam politik dan juga ekonomi.
Hal tentang kebebasan inilah yang
menjadi dasar sebuah ideologi liberalisme yang juga membuat liberalisme
tersebut merambah berbagai aspek kehidupan manusia. Keberadaaan liberalisme
dalam politik menghasilkan suatu produk baru dengan sebutan demokrasi begitu
pula dengan liberalisme di dalam ekonomi mengasilkan produk pula dengan sebutan
kapitaisme.
Liberalisme juga memiliki wujud yang berbeda
dalam berkembangnya zaman umat manusia. Muncul suatu istilah liberalisme klasik,
klasik atau kuno dalam hal ini liberalisme cenderung lebih ekstrim karena
liberlisme klasik tidak menhendaki negara ikut campur banyak dalam mengatur
individu dalam masyarakat namun pemerintah hanya sebagai penjaga atau penegah
dalam kehidupan rakyat. Beda dengan liberalisme modern yang percaya bahw negara
harus terlibat langsung dan bertanggung jawab langsung atas kehiduapan dan
kesejahteraan rakyat.
Pengaruh
ideologi dari barat yang terus menyebar terutama liberalisme itu sendiri
beserta liberalisme politik maupun kapitalis yang merupakan produk dari
liberalisme itu sendiri, perlulah amat sangat hati-hati karena sebuah ideologi
atau paham yang datang dari luar belum tentu cocok bagi negara kita sendiri
yaitu Indonesia. Bisa jadi pengaruh liberalisme tersebut menjatuhkan kita atau
membuat kita tunduk pada suatu negara lain yang lebih maju dari negara kita.
Sebagai negara berkembang haruslah hati-hati dalam menerima semua tindakan dari
pihak luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar