Kamis, 18 Desember 2014

Liberalisme





LIBERALISME
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampuh Dr.Suranto, M.Pd


Oleh:
Rusydah Binta Qur-aniyah    
120210302032






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
“Di Timur, Barat masih berkuasa, negara – negara yang tidak meliberalisasi dirinya, akan tergerus kedalam abu kehancuran”, “Impian untuk kemakmuran bagi dunia ketiga hanyalah buaian yang menjijikan bagi kami (kaum liberalis Amerika).” Begitulah kalimat yang tertera dalam salah satu dokumen CIA, terselip diantara banyaknya kalimat dan tersimpan begitu rapi hingga tak banyak public yang mengetahui hal ini. Ini adalah fakta kekinian yang patut dicermati dan dicari solusinya, mengingat hingga hari ini, Dunia berada dibawah pengaruh barat, tak terkecuali Indonesia. Hegemoni Barat yang begitu kental dengan ‘kebebasan’-nya, baik di bidang politik, ekonomi, ataupun di bidang agama, tentu memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan sejarah local dan nasional di berbagai negara.
‘Kebebasan’ itu diciptakan, dikemas dan dikembangkan serapi – rapinya kedalam masing – masing bingkai negara – negara dunia, notabene memiliki latar historis dan budaya yang tentu tak sama. Apabila kita mau merunut dari kronologis historisnya, sesudah Perang Dunia II berakhir. Faktanya saat ideology tersebut dianak – pinakan menjadi sebuah bibit yang siap tersebar ke seluruh dunia, sehingga mendatangkan berbagai kerusakan dalam kehidupan bangsa. Atheis, sekularisme, kapitalisme, dan neoliberalisme adalah istilah – istilah lain dari Liberalisme, sederet produk yang nantinya semakin melebarkan jurang antara kelas atas dengan kelas bawah.
Bukan maksud penulis untuk membela, mempertahankan bahkan mendukung liberalism itu sendiri, tapi ingin mengetahui, memberi ulasan berdasarkan kajian sejarah. Benarkah sebuah ideology liberalism itu seburuk anggapan orang, apakah sama sekali tak memberikan sumbangan positif bagi bangsa.
Mengingat ide tentang ‘kebebasan’ atau yang biasa disebut dengan liberalism ini berkembang jauh saat Eropa diselimuti oleh kabut tebal kekuasaan gereja, yang didalamnya juga terdapat praktik – praktik feodal hingga membuat stagnasi bagi perkembangan Eropa. Sebuah ide yang terlahir dari pemikiran para tokoh besar filosofis abad 14 – 16 tentang pentingnya individualitas yang menjadi susunan utama dari kebahagiaan manusia dan harus dijamin oleh pihak gereja sebagai pemerintahan otonom. Jika ditelaah secara mendasar, para pemikir liberal sejatinya berawal dari trauma terhadap “Tuhan” dan aturan – aturan agama yang pernah mendominasi masyarakat Barat di zaman pertengahan. Mereka berpikir, dengan membuang Tuhan dalam kebebasan mereka, maka mereka akan merasakan kebahagiaan, yang tak lain adalah kebebasan.  
Maka, tak salah jika nantinya di masa depan, ‘kebebasan’ ini berkembang menjadi sebuah ideology berjudul “Ideologi Liberalisme”

1.2  Rumusan Masalah
  1. Bagaimana bahasan teoritis mengenai liberalisme diawal kemunculannya sebagai sebuah ideologi?
  2. Apa yang menjadi latar belakang historis ideologi liberalisme?
  3. Bagaimana wujud ideologi liberalisme yang terimplementasikan dalam bidang agama, politik, dan ekonomi, hingga penjelasan tentang hubungan antara ‘kebebasan’ dengan bentuk – bentuk lain dari Liberalisme?
  4. Bagaimana pula bentuk pemikiran analitis dan praktek adanya ideologi liberalisme?
  5. Seberapa besar pengaruh ideologi liberalisme terhadap perkembangan sejarah lokal dan nasional?
1.3  Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dibuatnya paper berjudul “Ideologi Liberalisme” ini adalah unutk mengetahui tantang awal mula liberalism itu muncul sebagai bagian dari kronologis historis, tokoh, dan perkembangan liberalisme menjadi sebuah ideology yang juga menjadi bagian dari disiplin ilmu politik. Tatanan ini sesuai dengan ungkapan “History is Past Politics and Politics is Present History” (Djoko Surjo, 1970 : 4).
1.4  Manfaat
  1. Makalah berjudul “Ideologi Liberalisme” ini akan sangat bermanfaat bagi khalayak pada umumnya, dan sejarawan khususnya yang ingin mengetahui tentang awal proses munculnya Ideologi Liberalisme dan praktiknya.
  2. Melalui riset kepustakaan, makalah ini akan mengungkap beberapa fakta tentang ideology liberalisme. Hal ini sekiranya akan berguna bagi para ilmuwan dari berbagai bidang ilmu social utamanya menyangkut tentang fakta – fakta sejarahnya.















BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Teoritis Ideologi Liberalisme
Pengertian Ideologi
Dalam ilmu-ilmu sosial dikenal dua pengertian mengenai Ideologi, yaitu Ideologi secara fungsional dan struktural. Ideologi secara fungsional diartikan seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama; atau tentang masyarakat dan Negara yang dianggap paling baik. Sedangkan Ideologi struktural diartikan sebagai system pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.
Ideologi dalam arti struktural digolongkan secara tipologi dengan dua tipe, yakni Ideologi yang doktriner dan yang pragmatis. Suatu Ideologi dapat dikatakan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam Ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terperinci dengan jelas, diindoktrinasikan pada masyarakat, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah. Komunisme merupakan salah satu contohnya. Biasanya sistem nilai atau Ideologi yang diperkenankan hidup dalam masyarakat tersebut hanyalah Ideologi doktriner tersebut. Akan tetapi, apabila ajaran–ajaran yang terkandung dalam Ideologi itu tidak dirumuskan secara sistematis dan terperinci, melainkan dirumuskan secara umum (prinsip-prinsipnya saja). Dalam hal ini Ideologi itu tidak diindoktrinasikan, tetapi disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama, dan sistem politik.
Atas dasar itu, pelaksanaannya tidak diawasi oleh aparat partai atau pemerintah, melainkan dengan pengaruh kelembagaan. Maksudnya, siapa saja yang tidak menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi tidak akan dapat hidup secara wajar. Liberalisme merupakan salah satu contoh Ideologi pragmatis. Biasanya, tidak satu Ideologi saja diperkenankan berkembang dalam masyarakat ini, tetapi ada satu yang dominan.

Ideologi Liberalisme
Dalam ilmu-ilmu sosial dikenal dua pengertian mengenai ideologi yaitu ideologi secara fungsional dan struktural. Ideologi dalam arti fungsional adalah seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Sedangkan dalam arti struktural adalah ideologi sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.
Liberalisme berasal dari kata liberal dan isme. Liberal berarti berpandangan bebas dan terbuka. Kata isme menunjukkan suatu paham. Liberalisme sendiri sebenarnya memiliki asal kata, yaitu liberty, yang dalam bahasa latin disebut dengan liber yang artinya bebas, dan libertas yang artinya kebebasan. Dalam Kamus Filsafat, liberty bias diartikan dengan :
1.    Hak seseorang untuk secara bebas memilih dari beberapa alternative tindakan atau sasaran tanpa dibatasi oleh otoritas
2.    Hak seseorang untuk tidak dicampurtangani dalam pencarian niali atau pemikiran atas apa  yang dia inginkan.
3.    Hak individu untuk mengekspresikan diri sebagaimana mereka inginkan, tanpa tekanan, dan untuk menggunakan cara – cara yang mereka inginkan, untuk memenuhi kepentingan – kepentingan mereka.
4.    Ketiadaan (kebebasan diri) tekanan – tekanan, hambatan – hambatan, tegangan – tegangan atau kesulitan – kesulitan eksternal, serta tanpa ketakutan pada hokum atau balas dendam.
5.    Kebebasan (kemampuan) atau kesempatan untuk bertindak sesuai dengan pilihan sendiri.
Ensiklopedi Britannica 2001 deluxe edition CD-ROM, menjelaskan bahwa kata liberal diambil dari bahasa Latin liber, free. Liberalisme secara etimologis berarti falsafah politik yang menekankan nilai kebebasan individu dan peran negara dalam melindungi hak-hak warganya. Makna senada juga terdapat dalam Wikipedia.
Karakteristik Liberalisme
Ciri-ciri Ideologi Liberal adalah sebagai berikut. Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik. Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama, dan kebebasan pers. Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan sesuatu yang buruk. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Intinya, kekuasaan dicurigai sebagai cenderung disalahgunakan, dan karena itu sejauh mungkin dibatasi. Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian besar individu berbahagia. Kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar individu belum tentu maksimal.
Prinsip dasar liberalisme diatas yang didalamnya terdapat pula keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama, suara hati, keyakinan, ucapan, pers dan politik. Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat atau rezimnya diukur dari seberapa tinggi individu berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya. Paham ini dianut Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.
2.2 Latar Belakang Historis
Liberalisme adalah satu nama di antara isme – isme lain di Dunia Barat yang berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan. Liberalisme adalah ideologi yang didasarkan pada kebebasan. Liberalisme secara etimologis berarti falsafah politik yang menekankan nilai kebebasan individu dan peran negara dalam melindungi hak-hak warganya. Secara umum liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan dengan kebebasan berpikir individu. Dalam lberalisme ini menolak adanya pembatasan, liberalisme juga menghendaki adanya pertukaran gagasan yang bebas.
Dialatar belakangi oleh rasa kesewenang – wenangan, masyarakat eropa pada saat itu terbagi menjadi kelas-kelas, kaum bangsawan disini adalah pemilik tanah. Hanya kaum Aristokrat yang diperkenankan memliki tanah, golongan feodal ini pula yang juga memegang dan menguasai posisi politik juga ekonomi. Sedang para petani distratakan sebagai penggarap tanah yang dimiliki oleh patronnya, yang harus membayar pajak dan menyumbangkan tenaga bagi sang patron. Lebih buruk lagi adalah peran gereja dengan hak-hak istimewanya dalam suatu negara yang berdampak semakin sempitnya dan tertekannya suatu kebebasan individu. Pemilikan tanah oleh kaum bangsawan, hak-hak istimewa gereja, peranan politik raja dan kaum bangsawan merupakan bentuk dominasi diatas individu.  
Liberalisme tumbuh dari konteks masyarakat Eropa pada abad pertengahan. Ketika itu, masyarakat ditandai dengan dua karakter yang anggota masyarakatnya terikat satu sama lain dalam suatu system dominasi kompleks nan kukuh, dan pola dalam system ini bersifat statis atau sukar berubah. Di Abad Pertengahan tersebut nyatanya, penuh dengan penyimpangan dan penindasan oleh kolaborasi Gereja dan raja/kaisar, sehingga berimbas pada stagnannya ilmu pengetahuan dan merajalelanya surat pengampunan dosa. Dimulai pada saat runtuhnya imperium Romawi, muncul agama Kristen yang sebagai agama negara yang sangat mendominasi masyarakat. Kekecewaan masyarakat mulai timbul pada gereja pada saat didrikan suatu institusi bernama inkuisisi, gereja juga memiliki dewan dengan sebutan ekunemis sebagai persidangan legislitif, memiliki raja yakni paus, para pangeran menjadi pejabat tinggi dalam kerajaaan, hukum gereja sebagai undang-undang dasar, ada juga lembaga dengan sebutan curia yang mengurus tentang peradialan dan keuangan ,dan juga gereja memiliki prajurit, sering berperang, membuat perjanjian dan memungut pajak. Bagi setiap orang yang berbeda dan berlawanan dengan gereja baik dalam hal pemikiran maka akan timbul cap bahwa orang itu adalah bid’ah. Dominasi inilah yang menimbulkan trauma bagi masyarakat. Maka timbullah rasa untuk terbebas dari pengaruh dan kontrol gereja yang berlebihan.
Maka Abad Pertengahan pun meredup dengan adanya upaya koreksi atas Gereja yang disebut gerakan Reformasi Gereja (1294-1517), dengan tokohnya seperti Marthin Luther, Zwingly, dan John Calvin. Gerakan ini disertai dengan munculnya para pemikir Renaissans pada abad XVI seperti Machiaveli dan Michael Montaigne, yang menentang dominasi Gereja, menghendaki disingkirkannya agama dari kehidupan, dan menuntut kebebasan. Martin Luther yang berani secara terang-terangan melawan gereja yang sangat berpengaruh tersebut. Keadaan pada saat itu agama sangat mengekang individu, tidak ada kebebasan yang ada hanyalah dogma-dogma agama serta dominasi gereja.
Pada perkembangan berikutnya dominasi gereja dirasa sangat menyimpang dari otoritasnya yang semula, penemuan sesuatu yang terkait dengan ilmu pengetahuanpun dilarang. Lebih buruk lagi adanya komersialisasi agama, ketergantungan umat terhadap pemuka agama sehingga menyebabkan manusia tidak berkembang dan berdampak luas, hal tersebutlah yang dikritik oleh Martin Luther. Reformasi gereja merupakan langkah pertama menuju kebebasan individu.
Sejatinya pemikiran para kaum liberal ini berawal dari trauma Tuhan dan aturan-aturan agama yang pernah mendominasi masyarakat barat di zaman pertengahan. Mereka berpikir, dengan membuang Tuhan dalam kebebasan mereka, maka mereka akan merasakan kebahagiaan, yang tak lain adalah kebebasan. Karena itu tak heran, jika filosof terkenal Prancis, Jean – Paul Sartre (1905 – 1980) memekikan slogan “even God existed, it will still necessary to reject him, since the idea of God negates our freedom.” (Karen Amstrong, History of God, 1993).
Di samping itu, liberalisme juga membawa dampak yang besar bagi sistem masyarakat Barat, di antaranya adalah mengesampingkan hak Tuhan dan setiap kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang publik menjadi sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap agama Kristen dan gereja atas statusnya sebagai lembaga publik, lembaga legal dan lembaga sosial.
2.3 Wujud Liberalisme
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa liberalisme menuntut kemerdekaan individu terhadap kaum bangsawan dalam bentuk kemerdekaan politik dan ekonomi. Sedangkan terhadap golongan gereja/agama, liberalism menuntut kemedekaan dalam bidang agama.Dengan demikian paham liberal nampak dalam bidang politik, ekonomi, dan agama.
LIBERALISME AGAMA
Liberalisme dalam agama disini adalah liberal dalam masalah ibadah dan agama atau kebebasan dalam beribadah dan beragama. Setiap individu harus memiliki kebebasan kemerdekaan beragama dan menolak campur tangan negara atau pemerintah tetapi dalam kebebasan tersebut tentu tidak bebas mutlak, ada peraturan dalam memeluk agama. Kebebasan agama ini muncul saat terjadinya peristiwa gereja di abad pertengahan yang terlalu mengekang umat. Tokoh pertama kali yang memprakarsai kebebasan dalam hal agama adalah Marthin Luther, dimana pada saat abad pertengahan agama sangat mengekang individu. Tidak ada kbebasan yang ada hanya dogma dogma serta dominasi gereja. Karena semakin lama dominasi gereja semakin menyimpang dari otoritasnya semula maka individu semakin tidak berkembang karena banyak larangan-larangan yang di keluarkan oleh gereja. Karena hal tersebutlah marthin luther mulai melakukan kritik kritik terhadap gereja dan menimbulkan suatu reformasi yang menyulutb kebebasan individu yang tadinya terkekang.
LIBERALISME POLITIK
Liberalisme disini adalah liberalisme yang dimana terjadi dalam ranah politik, yaitu suatu kebebasan individu yang berurusan dengan pemerintah atau penguasa negara pada saat itu. dengan kata lain, kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dalam suatu negara berada di tangan
rakyat (demokrasi). Paham liberal daam bidang politik Nampak dalam demokrasi dan nasionalisme
  1. Golongan Liberal beraggapan bahwa masyarakat terbentuk oleh individu – individu.
Oleh karena itu individulah yang berhak menentukan segalanya dalam masyarakat (negara). Kedaulatan harus berada ditangan individu, yang berarti kedaulatan ada di tangan rakyat. Dnegan demikian timbulah system pemerintahan demokrasi, yang menunt adanya UUD, pemilihan umum, kemerdekaan pres, dan kebebasan berbicara.
  1. Paham liberal mengutamakan kemerdekaan individu
Negara terdiri dari individu – individu, negara adalah milik dari para individu yang membentuk negara itu, amka yang berhak mengatur dan menentukan nasib suatu negara adalah individu yang ada di negara tersebut. Paham ini menghendaki pemerintahan sendiri dan menentang segala bentuk campur tangan serta penindasan dari bangsa lain.  Dengan demikian liberalism melahirkan semangat nasionalisme. Di Asia umumnya, dan di Indonesia khususnya, nasionalisme ini muncul sebagai akibat dari adanya penindasan dari bangsa Barat, sedangkan di negara – negara Eropa, nasionalisme muncul untuk menentang kekuasaan raja yang absolute.
Agar supaya kebebasan individu tetap dijamin dan dihormati sehingga harus dibentuk undang-undang, hukum, parlemen dan sebagainya, agar pmerintah,penguasa atau raja dapat memerintah secara adil dan tidak berlebihan. Hal ini dibuat agar dapat memastikan kebebasan individu dan persamaan dalam suatu negara terutama juga hak suara yg sama dalam mengeluarkan pendapat sehingga tidak ada jarak maupun perbedaan yang tajam antara penguasa dan rakyat atau individu.
LIBERALISME EKONOMI
Bidang Ekonomi Dalam bidang ekonomi, golongan liberal menghendaki adanya sistem ekonomi bebas. Tiap-tiap individu harus memiliki kebebasan berusaha, memilih mata pencaharian yang disukai, mengumpulkan harta benda , dan lain-lain. Pemerintah tidak boleh ikut campur tangan karena masalah itu masalah individu. Semboyan kaum liberal ialah laisser faire, laisser passer, le monde va de luimeme, artinya produksi bebas, perdagangan bebas, dunia akan berjalan sendiri.
Selanjutnya pada era Pencerahan abad XVII-XVIII, seruan tentang kebebasan invidu atau liberalisme dengan tokohnya seperti John locke dan Voltaire. Disinilah mulai muncul istilah liberalisme, dan liberalism klasik pun mulai memasuki eranya.
Hubungan Liberalisme dengan Demokrasi dan Kapitalisme
Demokrasi dan Kebebasan
Dalam pengertian Demokrasi, termuat nilai-nilai hak asasi manusia, karena demokrasi dan Hak-hak asasi manusia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Sebuah negara yang mengaku dirinya demokratis mestilah mempraktekkan dengan konsisten mengenai penghormatan pada hak-hak asasi manusia, karena demokrasi tanpa penghormatan terhadap hak-hak asasi setiap anggota masyarakat, bukanlah demokrasi melainkan hanyalah fasisme atau negara totalitarian yang menindas.
Jelaslah bahwa demokrasi berlandaskan nilai hak kebebasan manusia. Kebebasan yang melandasi demokrasi haruslah kebebasan yang positif – yang bertanggungjawab, dan bukan kebebasan yang anarkhis. Kebebasan atau kemerdekaan di dalam demokrasi harus menopang dan melindungi demokrasi itu dengan semua hak-hak asasi manusia yang terkandung di dalamnya. Kemerdekaan dalam demokrasi mendukung dan memiliki kekuatan untuk melindungi demokrasi dari ancaman-ancaman yang dapat menghancurkan demokrasi itu sendiri. Demokrasi juga mengisyaratkan penghormatan yang setinggi-tingginya pada kedaulatan Rakyat
Kapitalisme dan Kebebasan
Tatanan ekonomi memainkan peranan rangkap dalam memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak, kebebasan dalam tatanan ekonomi itu sendiri merupakan komponen dari kebebasan dalam arti luas ; jadi, kebebasan di bidang ekonomi itu sendiri menjadi tujuan. Di pihak lain, kebebasan di bidang ekonomi adalah juga cara yang sangat yang diperlukan untuk mencapai kebebasan politik. Pada dasarnya, hanya ada dua cara untuk mengkoordinasikan aktivitas jutaan orang di bidang ekonomi. Cara pertama ialah bimbingan terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan – tekniknya tentara dan negara dan negara totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama individual secara sukarela – tekniknya sebuah sistem pasaran. Selama kebebasan untuk mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka ciri pokok dari usaha untuk mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem pasaran adalah bahwa ia mencegah campur tangan seseorang terhadap orang lain. Jadi terbukti bahwa kapitalisme adalah salah satu perwujudan dari kerangka pemikiran liberal.         
2.4 Analitis dan Praktek Ideologi Liberalisme
Pada hakekatnya Ideologi Liberalisme terbagi menjadi dua aliran yakni, Liberalisme Klasik, dan Liberalisme modern. Perbedaan diantara kedua aliran ini secara singkat dapat dijabarkan sebagai berikut : liberalisme klasik percaya bahwa negara sebaiknya meminimalkan campur tangannya dalam kehidupan rakyat terkecuali dalam masalah keamanan (negative freedom) sementara liberalisme modern percaya bahwa negara haruslah ikut bertanggung jawab atas kehidupan dan kesejahteraan rakyat (positive freedom). Sebagai mudahnya, apabila sistem ekonomi liberalisme klasik berkiblat pada Adam Smith, maka sistem ekonomi liberalisme modern berkiblat pada John Maynard Keynes.
A.     Liberalisme Klasik
Pada saat itu liberalisme mulai merambah dalam hal politik melawan suatu sistem feodalisme. Pada saat sistem feodalisme diberlakukan dalam negara ada 3 golongan yaitu ada Raja, borjuis, dan proletar. Pemisahan antara golongan I dan ke II di perburuk dengan golongan ke III yang tanpa hak dan penuh dengan kewajiban. Salah satu tokohnya adalah John Locke, seorang pendukung utama paham liberalisme dari Inggris.
John locke berpendapat individu pada suatu negara adalah baik namun karena adanya kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan pada penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi penguasa.
Dalam kritiknya terhadap pemerintahan yang feodal, tokoh liberalisme seperti John Locke mengemukakan bahwa terbentuknya suatu negara merupakan kehendak dari individu-individu, oleh karena itu, yang berhak mengatur dan menentukan segala-galanya adalah individu-individu tersebut. Setelah liberalisme merambah dunia politik, liberalisme juga akan menjalar ke ranah ekonomi nantinya. Golongan feodal ini lah yang menguasai proses politik ekonomi, sedangkan para petani yang sebagai penggarap harus menggarap lahan dan juga membayar pajak. Di beberapa tempat justru tidak diperkenankan pindah ke tempat lain tanpa sepengetahuan sang pemilik tanah. Sementara kesejahteraan petani tersebut kurang diperhatikan oleh tuannya. Dalam konteks perkembangan masyarakat itu muncul masa industri di tengah masyarakat. Dalam prkembangannya aturan-aturan yang diterapkan oleh sistem feodal tersebut terbentur dengan perkembangan dan keadaan masyarakat. Lagi-lagi manusia merasa kecewa dan trauma dengan ideologi dan sistem feodalisme yang diberlakukan oleh raja atau penguasa.
Masyarakat yang terbaik menurut paham liberal adalah yang memungkinkan individu mengembangkan kemampuannya sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik semua individu harus dapat mengembangkan pikiran dan juga bakat-bakatnya.
Ada tiga hal yang mendasar yang mendasari ideologi liberalisme itu sendirri, yaitu kehidupan, kebebasan dan hak milik. Ada nilai-nilai pokok yang berasal dari tiga hal yang mendasari liberalism klasik tersebut, antara lain :
·         Kesempatan yang sama, maksudnya adalah manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, social, ekonomi, dan kebudayaan. Persamaan kesempatan ini adalah sesuatu yang mutlak dari suatu demokrasi yang juga merupakan buah dari liberalisme itu sendiri.
·         Menghilangkan egoism individu, dengan adanya suatu rasa persamaan antara manusia dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya. Dari hal tersebut maka dalam menyelesaikan masalah-masalah baik dalam bidang politik, ekonomi, social dan krhadap gerebudayaan. Dalam hal kenegaraan pun juga harus ada pengambilan keputusan yang diambil secara bersama-sama dalam suatu diskusi.
·         Bertindak menurut kehendak rakyat, disini pemerintah tidak boleh sepihak dalam menentukan sesuatu dalam pemerintahannya, pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang di perintah.
·         Berjalannya hukum,
Perspektif liberalime klasik berpandangan bahwa individu bebas mencari dan meraih kepentingan pribadinya, bebas dari kekangan dan kesewenang-wenangan kekuasaan serta bebas untuk menentukan pilihannya sendiri. Clark menguraikan prinsip-prinsip liberalisme klasik melalui pemikiran beberapa tokoh diantaranya Thomas Hobbes, John Locke, Adam Smith, Thomas Maltus, Friedrich A. Hayek, dan Robert Nozick. Pada dasarnya pemikiran-pemikiran mereka mengenai liberalisme klasik hampir sama dan saling bersinggungan. Misalnya tentang sifat dasar manusia yang egois, individual, buruk, dan brutal, serta perilaku manusia yang berupaya memuaskan kepentingan dan kemauannya. Karena sifat dasar inilah maka akan memicu timbulnya konflik antar individu sehingga diperlukan adanya pemerintah yang diciptakan untuk menyelaraskan kepentingan individu dan memenuhi kepentingan publik dalam sebuah kelompok besar yaitu negara.
Liberalisme klasik percaya bahwa pemerintah harus memunyai kekuasaan yang absolut untuk membuat dan menegakkan hukum. Kekuasaan absolut ini hanya pada sebatas kekuasaan hukum agar antar individu tidak saling bertikai dan kepentingan mereka dapat berjalan selaras. Selain itu pemerintah juga bertugas  melindungi hak kekayaan individu dan menyediakan barang maupun jasa yang menjadi kepentingan umum. Namun, dalam mekanisme pasar, peran pemerintah akan sangat diminimalisir sekali sehingga tidak ada intervensi dalam pasar.
Patut diperhatikan juga bahwa kebebasan dalam liberalisme bukanlah kebebasan yang sebebas-bebasnya atau mutlak, tetapi kebebasan yang ada batas dan aturan nya yang sudah di sepakati oleh individu-individu tersebut.
Selain esensinya, Liberalisme Klasik pun terimplementasi dalam perkembangan Sejarah Amerika saat Revolusi Amerika sedang terjadi, dan tak lepas dari pengaruh seorang John Locke, sebagai berikut :
Aplikasi Penerapan Liberalis Klasik
Revolusi Amerika
Pengaruh terbesar John Locke ada pada Revolusi Amerika di tahun 1776. Di Amerika menyebar kesadaran bahwa raja tidak punya hak mutlak atas rakyatnya (monarki absolut). Rakyat Amerika tidak mau membayar pajak yang besar hanya untuk menambah kas Inggris, tanpa kompensasi perwakilan dan pemerintahan. Kewajiban yang dibebankan tersebut dianggap melanggar nilai-nilai kehidupan dan kebebasan.
Nilai-nilai inilah yang menjadi landasan deklarasi kemerdekaan Amerika oleh Jefferson. Tidak seperti Locke, Jefferson menganggap hak milik bukanlah hak yang samawi. Dia menggantinya dengan hak mengejar kebahagiaan, yang mungkin ada kesamaan dengan ide Aristoteles sebagai tujuan hidup. Hak-hak ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai kewajiban negara untuk melindungi kepentingan rakyatnya (Bill of Rights - Madison).
Perlu diingat, hak-hak tersebut pada awalnya hanya berlaku untuk laki-laki merdeka. Baru tahun 1920, wanita ikut dalam Pemilu nasional di AS. Lebih parah lagi adalah masyarakat kulit hitam, yang hak-haknya lama menjadi korban kepentingan ekonomi dan alat bagi orang-orang yang punya hak penuh untuk mengejar kebahagiaan mereka.
B.  Liberalisme Modern
Pemikiran liberalisme modern berakar dari pemikiran liberalisme klasik. Pemikiran liberal modern ini berupaya mengkombinasikan ideologi-ideologi yang ada. Sehingga menciptakan konsep fleksibilitas dan ketahanan. Liberalisme modern berupaya menggalakkan keadilan sosial, hak kekayaan pribadi dan demokrasi. Tokoh-tokoh pemikirnya antara lain Jeremy Bentham, John Stuart Mill, Thomas Hill Green, Alfred Marshall, John Maynard Keynes serta John Rawls dengan pemikiran-pemikiran baru yang sejalan dengan perspektif liberalis modern, yakni  New Keynesian Economics, Neocorporatism dan Post-Keynesian Economics Prinsip-prinsip liberalisme modern antara lain:
  1. Sifat dasar manusia yang rasional namun dalam menentukan tujuan dan pilihannya akan terpengaruhi oleh lingkungan sehingga individu akan menselaraskan antara keinginan pribadinya dengan lingkungan yang ada;
  2. Dalam kelompok masyarakat tidak hanya ada kepentingan individu namun ada juga kepentingan kolektif sehingga untuk memenuhi semuanya institusi pasar dan pemerintah menjadi penting dan diperlukan;
  3. Peran pemerintah selain melindungi hak individu juga harus melayani kepentingan kolektif yang tidak bisa diperoleh dan diupayakan hanya oleh seorang individu;
  4. Moral bersifat subjektif sehingga bersifat relative terhadap individu dan kondisi lingkungan;
  5. Namun, pemikiran liberalisme modern kurang mengulas mengenai otoritas pemerintah dan bagaimana individu harus mematuhi hukum;
  6. Konsep kebebasan liberalis modern tidak hanya ketiadaan paksaan dari pemerintah maupun individu lain tetapi juga kemampuan individu untuk meraih tujuannya secara efektif;
  7. Dua konsep utamanya mengenai kesamaan sosial adalah kesamaan kesempatan dan kesamaan di bawah hukum;
  8. Keadilan akan tercapai jika HAM dan hak kekayaan individu dapat ditegakkan oleh karena itu pemerintah harus menemukan keselarasan antara keduanya dan dapat melayani kepentingan publik;
  9. Efisiensi merupakan maksimalisasi nilai barang dan jasa yang diproduksi.
Aplikasi Penerapan Ideologi Liberalis Modern
Liberal di AS
     Golongan liberal di AS sekarang ini mempunyai prinsip yang mirip dengan John Rawls. Kebebasan individu adalah penting, tetapi peran pemerintah diperlukan di dalam menjamin hak-hak kaum minoritas. Mereka mendukung berbagai program sosial pemerintah, seperti Social Security, Affirmative Action, dll.
Golongan Liberal juga lebih universalis. Bagi mereka, AS adalah bagian integral dari dunia internasional. Prinsip ini berarti AS harus terlibat dalam permasalahan internasional, terutama menyangkut masalah kemanusiaan (Rwanda, Ethiopia, Sudan), kestabilan politik regional (Perang Dunia I, Bosnia), kestabilan ekonomi regional (bantuan ke Argentina, Meksiko).
Sejalan dengan prinsip internasional ini, Liberal pada umumnya lebih menghormati pelaksanaan HAM dan hukum-hukum internasional. Ini menyebabkan – dalam kaitannya dengan kebijakan terhadap Muslim di dalam AS – mereka relatif lebih lunak dalam memperlakukan warga negara asing, karena mereka ingin warga AS diperlakukan sama di luar negeri.

2.5 Pengaruh Ideologi Liberalisme terhadap Perkembangan Sejarah Lokal dan Nasional
Sejarah nasional mempunyai peranan sangat penting dalam membina nasionalisme suatu bangsa. Negara nasional yang diproklamasikan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta untuk selama-lamanya itu ternyata mampu bertahan terhadap bermacam-macam ancaman mulai dari ancaman kolonialisme tua, perpecahan ideologi dan pertentangan agama yang sampai sekarang terus membayangi baik dari luar maupun dari dalam. Kolonialisme kuno yang dulu menggunakan kekuatan militer, sekarang menjelma menjadi Liberalisme kapitalisme yang menjalankan praktek imperialisme lewat jalur ekonomi dan diplomasi.
Pengaruh liberalisme dan sekaligus arus globalisasi dapat terasa dengan berwujud adanya degradasi wawasan nasional dan wawasan ideologi nasional. Demikian pula adanya degradasi mental ideologi, seperti budaya demokrasi liberal dan HAM  individualisme-egoisme--- bukan kesatuan dan kerukunan sebagai asas moral filsaafat dan ideologi bangsanya---. Perhatikan beberapa fenomena sosial politik dan ekonomi (neo-liberal) dalam era reformasi sebagai praktek budaya: kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme dalam hampir semua bidang kehidupan Indonesia, bermuara sebagai neoimperialisme! Sinergis dengan kondisi global maka dalam NKRI juga tantangan kebangkitan neo-PKI / KGB. Jika merunut sejarah maka pengatuh liberalisme di Indonesia dalam Sejarah Nasional dapat dijelaskan melalui fenomena berikut :
1.        Watak setiap ajaran filsafat dan ideologi dengan asas dogmatisme senantiasa merebut supremasi dan dominasi atas berbagai ajaran filsafat dan ideologi yang dipandangnya sebagai saingan. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang dianut negara-negara Barat sebenarnya telah merajai kehidupan berbagai bangsa dan negara: politik kolonialisme-imperialisme. Karena itulah, ketika perang dunia II berakhir 1945, meskipun mereka meraih kemenangan atas German dan Jepang, namun mereka kehilangan banyak negara jajahan memproklamasikan kemerdekaan, termasuk Indonesia. Sejak itulah penganut ideologi kapitalisme-liberalisme menetapkan strategi politik neo-imperialisme untuk melestarikan penguasaan ekonomi dan sumber daya alam di negara-negara yang telah mereka tinggalkan (disusun strategi rekayasa global, 1947).
2.        Melalui berbagai organisasi dunia, mulai PBB, World Bank dan IMF sampai APEC dipelopori Amerika Serikat mereka tetap sebagai kesatuan Sekutu dan Unie Eropa dalam perjuangan merebut supremasi politik dan ekonomi dunia (neo-imperialisme). Lebih-lebih dengan berakhirnya perang dingin (1950-1990) mereka makin menunjukkan supremasi politik neoimperialisme!    
3.        Hampir semua negara berkembang yang kondisi ipteks, industri dan ekonomi amat tergantung kepada negara maju (G-8) maka melalui bantuan modal pembangunan baik bilateral maupun multilateral, seperti melalui IMF dan World Bank, termasuk IGGI kemudian CGI semuanya mengandung strategi politik ekonomi negara Sekutu (USA dan UE).
4.        Melalui kesepakatan APEC, mereka mempropagandakan doktrin ekonomi liberal, atas nama ekonomi pasar ---tidak boleh ada proteksi demi peningkatan kemampuan dan kemandirian---. Sementara potensi ekonomi berbagai negara berkembang tanpa proteksi, tanpa daya saing yang memadai...... semuanya dilumpuhkan dan ditaklukkan. Tercapailah politik supremasi ekonomi kapitalisme-liberalisme, sebagai neo-imperialisme.
5.        Sesungguhnya sejak dimulai perang dingin (sekitar 1950 – 1985) Sekutu telah menampilkan watak untuk merebut dominasi dan supremasi politik internasional. Kondisi perang dingin yang amat panjang meskipun menguras dana dan biaya perang (angkatan perang dan persenjataan), namun juga dijadikan media propaganda bahwa otoritas supremasi politik dan ideologi dunia tetap dimiliki Blok Barat. Supremasi politik dan ideologi ini juga didukung oleh supremasi ipteks .......sehingga banyak intelektual negara berkembang (baca: negara GNB) yang belajar ipteks ke negara-negara blok Barat.  Sebagian intelektual kita itu telah tergoda dan terlanda wawasan politiknya, sehingga sebagai elite reformasi mempraktekkan demokrasi liberal, ekonomi liberal, bahkan juga budaya negara federal!
Dalam konteks sejarah lokal pengaruh liberalisme mengakibatkan Pemujaan demokrasi liberal atas nama kebebasan dan HAM telah mendorong bangkitnya primordialisme kesukuan dan kedaerahan. Mulai praktek otoda dengan budaya negara federal sampai semangat separatisme. Fenomena ini membuktikan degradasi nasional telah makin parah dan mengancam integritas mental ideologi Pancasila, integritas nasional dan integritas NKRI, dan integritas moral (komponen pimpinan,  manusia, bangsa. Hendaknya kita kembali mendalami Ideologi sendiri, Pancasila.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Liberalisme adalah suatu ideologi muncul dari perjalanan sejarah manusia. Ideologi yang sebenarnya sudah ada pada saat yunani kuno, namun tidak serta merta bernama liberalisme namun lebih tepat dikatakan suatu kebebasan. Liberalisme sendiri muncul pada saat abad XVI, yang merupakan wujud dari kekecewaan manusia atau umat terhadap agama dan suatu sistem yaitu feodalisme yang dipraktekkan oleh penguasa.
Wujud liberalisme sendiri mulai merambah tidak hanya dalam aspek keagamaan saja namun dalam politik dan juga ekonomi. Hal tentang kebebasan inilah yang  menjadi dasar sebuah ideologi liberalisme yang juga membuat liberalisme tersebut merambah berbagai aspek kehidupan manusia. Keberadaaan liberalisme dalam politik menghasilkan suatu produk baru dengan sebutan demokrasi begitu pula dengan liberalisme di dalam ekonomi mengasilkan produk pula dengan sebutan kapitaisme.
Liberalisme juga memiliki wujud yang berbeda dalam berkembangnya zaman umat manusia. Muncul suatu istilah liberalisme klasik, klasik atau kuno dalam hal ini liberalisme cenderung lebih ekstrim karena liberlisme klasik tidak menhendaki negara ikut campur banyak dalam mengatur individu dalam masyarakat namun pemerintah hanya sebagai penjaga atau penegah dalam kehidupan rakyat. Beda dengan liberalisme modern yang percaya bahw negara harus terlibat langsung dan bertanggung jawab langsung atas kehiduapan dan kesejahteraan rakyat.
            Pengaruh ideologi dari barat yang terus menyebar terutama liberalisme itu sendiri beserta liberalisme politik maupun kapitalis yang merupakan produk dari liberalisme itu sendiri, perlulah amat sangat hati-hati karena sebuah ideologi atau paham yang datang dari luar belum tentu cocok bagi negara kita sendiri yaitu Indonesia. Bisa jadi pengaruh liberalisme tersebut menjatuhkan kita atau membuat kita tunduk pada suatu negara lain yang lebih maju dari negara kita. Sebagai negara berkembang haruslah hati-hati dalam menerima semua tindakan dari pihak luar.